Cobisnis.com – Covid-19 secara cepat memberi efek domino bagi masalah sosial, ekonomi dan keuangan di seluruh negara, termasuk Indonesia. Perppu nomor 1 tahun 2020 menjadi langkah awal Pemerintah sebagai payung hukum bagi kebijakan-kebijakan dalam penanganan Covid-19.
Pemerintah merespons cepat kondisi yang luar biasa dan penuh ketidakpastian tersebut melalui APBN. Perubahan signifikan terjadi pada APBN karena meningkatnya kebutuhan penangan dampak kesehatan Covid-19, perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak, serta upaya pemulihan ekonomi domestik. Perubahan postur APBN dilakukan melalui Perpres 54/2020, yang kemudian diubah lagi dalam Perpres 72/2020.
Realisasi Makro dan Fiskal pada Semester I-2020
Dampak Covid-19 terhadap perekonomian di Tanah Air mulai terlihat pada pertumbuhan ekonomi Triwulan I-2020. Tren penurunan perekonomian global bertransmisi secara cepat ke perekonomian nasional yang menyebabkan gangguan pada sisi demand dan supply.
APBN sebagai instrumen utama dalam penanganan dampak Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Hal ini dilakukan melalui pemberian insentif pajak, peningkatan belanja negara dan pembiayaan anggaran untuk menangani masalah kesehatan, perlindungan sosial, serta dukungan kepada dunia usaha dan Pemerintah Daerah (Pemda).
Inflasi Semester I-2020 mengalami penurunan, antara lain dipengaruhi lemahnya permintaan. Inflasi melambat dipengaruhi Covid-19 dan kebijakan PSBB.
Inflasi sampai dengan Juni mencapai 1,96% (yoy), secara kumulatif mencapai 1,09% (ytd), lebih rendah dari pola historis 3 tahun yaitu 2,11% (ytd).
Salah satu kegiatan yang paling terlihat mengalami perubahan yakni inflasi Ramadhan dan Idul Fitri sangat rendah sebagai dampak dari PSBB. Hal ini berbeda dengan pola historis tahun-tahun sebelumnya yang biasanya tinggi.
Kareng itu pengaruhnya pada pertumbuhan domestik mulai terlihat. Pada triwulan I, konsumsi masyarakat turun terutama untuk sektor transportasi, restoran dan hotel. Hal ini diikuti dengan turunnya investasi terutama untuk jenis mesin, dan produk kekayaan intelektual.
Di sisi lain, perdagangan internasional positif, didorong oleh pertumbuhan ekspor nonmigas serta penurunan impor seiring pelemahan permintaan domestik.
Pada Triwulan II, tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berlanjut dan semakin dalam, terutama dengan adanya pembatasan sosial di tingkat daerah yang masif untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
Kondisi pasar keuangan mulai membaik yang tercermin pada penguatan nilai tukar Rupiah dan penurunan tingkat suku bunga SPN 3 Bulan.
Nilai tukar sempat melemah signifikan pada pertengahan Maret-April, namun sejak Mei kembali menguat. Sedangkan tingkat suku bunga SPN 3 bulan bergerak menurun dipengaruhi perbaikan likuiditas pasar keuangan dalam negeri dan minat investor pada obligasi jangka pendek.
Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) mulai mengalami tren naik, sementara lifting migas turun sejalan dengan penurunan permintaan minyak dunia. Harga minyak mentah awal 2020 merosot karena lemahnya demand akibat Covid-19 dan oil price war Arab Saudi-Rusia. Posisi terendah ICP terjadi pada April 2020 yaitu US$20,7/brl.
Sejak Mei, harga mulai naik karena perbaikan permintaan seiring berakhirnya kebijakan lockdown di berbagai negara. Sampai dengan Semester I, rata-rata ICP mencapai US$39,8/barel. Sementara itu, realisasi Januari–Mei 2020 rata-rata lifting minyak 702 ribu barel per hari (rbph), dan lifting gas 987 ribu barel setara minyak per hari (rbsmph)
Realisasi APBN Semester I-2020, defisit mencapai 1,57% PDB sejalan dengan turunnya pendapatan akibat perlambatan ekonomi. Sedangkan kinerja belanja tetap dapat tumbuh positif dalam rangka mendukung penanganan dampak Covid-19.
Pendapatan negara tahun 2020 mengalami revisi target sebagai dampak perlambatan ekonomi yang ikut memengaruhi asumsi makro, serta pemberian insentif dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Perpajakan dan PNBP menjadi bagian instrumen kebijakan penanganan dampak Covid-19 dan pemulihan ekonomi melalui pemberian insentif. Penyesuaian target dilakukan melalui revisi Perpres 54/2020 kemudian di Perpres 72/2020.
Pada dokumen APBN 2020, pajak diperkirakan sebesar Rp1.642,6 triliun. Namun di Perpres 54/2020 menjadi Rp1.254,1 triliun, dan kemudian menjadi Rp1.198,8 triliun pada Perpres 72/2020.
Sedangkan Kepabeanan dan Cukai, pada dokumen APBN 2020 sebesar Rp223,1 triliun, kemudian masing-masing pada Perpres 54/2020 dan Perpres 72/2020 berubah menjadi Rp208,5 triliun dan Rp205,7 triliun. PNBP juga mengalami perubahan yaitu secara berurutan dari Rp367,0 triliun menjadi Rp297,8 triliun, kemudian Rp294,1 triliun.
Untuk Belanja Negara Tahun 2020, kebijakan countercyclical dilakukan dengan penyesuaian pagu untuk mendukung belanja penanganan dampak Covid-19 baik di sisi kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Anggaran belanja negara mengalami perubahan dari APBN 2020 sebesar Rp2.540,4 triliun, menjadi Rp2.613,8 triliun pada Perpres 54/2020, kemudian naik menjadi Rp2.739,2 triliun pada Perpres 72/2020. Tambahan belanja diarahkan untuk penanganan dampak Covid-19 yaitu di bidang kesehatan, melindungi masyarakat terdampak, serta pemulihan ekonomi.
Pemerintah juga melakukan kebijakan refocusing dan realokasi yaitu untuk peningkatan efisiensi yang sejalan dengan kebijakan pembatasan sosial, misalnya belanja perjalanan dinas dialihkan untuk penanganan Covid-19.
Beberapa anggaran belanja yang mengalami pertumbuhan antara lain adalah realisasi belanja modal yang tumbuh sebesar 8,7%, yang didukung percepatan pelaksanaan kegiatan di awal tahun.
Untuk mendukung program PEN, program padat karya telah dilaksanakan di beberapa Kementerian/Lembaga (K/L). Selain itu, realisasi belanja bansos tumbuh sebesar 41,0% untuk mendukung kebijakan Jaring Pengaman Sosial dalam rangka penanganan pandemi Covid-19.
Dalam menangani Covid-19, hampir semua negara memberikan stimulus dengan skema extraordinary dan dengan ukuran yang luar biasa. Kebijakan stimulus APBN berdampak pada penambahan defisit menjadi 6,34% dari PDB.
Pelebaran defisit merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan countercyclical di mana ketika ekonomi melemah, Pemerintah perlu ikut masuk untuk memberikan stimulus bagi perbaikan ekonomi.
Dalam rangka penanganan pandemi Covid-19, untuk mendukung pembiayaan APBN, kebijakan yang dilakukan pemerintah bersama BI adalah BI dapat membeli SBN di pasar perdana (sesuai UU No. 2 Tahun 2020).
Outlook APBN Tahun 2020
Beragam institusi internasional memberikan proyeksi yang beragam terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang menunjukkan masih tingginya ketidakpastian, khususnya di tahun 2020.
IMF memprediksi perekonomian Indonesia pada -0,3 sementara World Bank menyebutkan pertumbuhan 0 pada 2020. OECD juga memroyeksikan perekonomian Indonesia berada pada -3,9 s.d. -2,8, sementara ADB dan Bloomberg (Median) masing-masing memroyeksi -1 dan 0,5.
Pertumbuhan ekonomi semester II diharapkan membaik dan stabilitas ekonomi makro terjaga, sehingga pertumbuhan ekonomi tahun 2020 diproyeksikan untuk dapat tumbuh positif dengan didukung program PEN.
Program stimulus bantuan sosial akan mendorong konsumsi masyarakat Semester II, sementara konsumsi Pemerintah di semester II dapat meningkat sejalan realisasi belanja pemerintah (pusat dan daerah).
Selain itu, investasi semester II diperkirakan tumbuh moderat seiring dengan membaiknya keyakinan investor. Namun, perdagangan internasional diperkirakan masih mengalami kontraksi karena masih rendahnya permintaan global.
Sementara itu, inflasi diperkirakan meningkat bertahap seiring pulihnya konsumsi, dengan inflasi inti meningkat sejalan dengan peningkatan permintaan pasca pelonggaran PSBB bertahap.
Inflasi pangan relatif terkendali, namun masih terdapat risiko fluktuasi harga pangan pada masa tanam. Nilai tukar rupiah diperkirakan dalam tren menguat sejalan dengan stabilitas ekonomi makro dan arus modal masuk ke dalam negeri namun tetap diwaspadai risiko volatilitas pasar keuangan global.
Harga minyak masih terdapat risiko volatilitas karena pengaruh supply and demand global serta faktor geopolitik. Lifting migas akan dioptimalkan untuk mencapai target dengan menjaga keekonomian wilayah kerja, efisiensi biaya, serta mengupayakan proyek-proyek migas yang onstream di tahun 2020 dapat berjalan tepat waktu.
Pendapatan Negara semester II akan dioptimalkan terutama dari sisi perpajakan sejalan dengan membaiknya aktivitas usaha di Era Normal Baru. Outlook belanja negara semester II diperkirakan lebih baik sejalan dengan implementasi kebijakan penanganan Covid-19 dan program PEN.