JAKARTA, Cobisnis.com – Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (DPR AS) menyelenggarakan kegiatan Pertukaran Kemitraan Demokrasi DPR (House Democracy Partnership Exchange/HDP) bersama beberapa parlemen negara mitra untuk membahas strategi penguatan peran pengawasan lembaga legislatif atau parlemen, sejak Senin (14/6) hingga Rabu (16/6). Hadir mewakili DPR RI, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi
Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menegaskan peran penting parlemen dalam pengelolaan utang
negara di tengah pandemi.
“Berbagai negara di seluruh dunia menetapkan kebijakan fiskal yang ekspansif untuk mendanai penanganan
sektor kesehatan dan pemulihan ekonomi.
Akibatnya, anggaran negara mengalami tekanan sehingga berakibat terhadap peningkatan pembiayaan melalui utang, baik melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman. Karenanya, peran pengawasan parlemen dalam pengelolaan utang perlu ditingkatkan untuk memastikan pembiayaan tersebut terukur, terkendali, berkelanjutan, dan akuntabel,” tutur Puteri.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Global Praktik Makroekonomi, Perdagangan, dan Investasi Bank Dunia Marcello Estevalo juga menekan peran pengawasan parlemen dalam pengelolaan utang yang belum umum dilakukan oleh banyak negara. “Parlemen memiliki peran tersendiri dalam mengawasi praktik pengelolaan utang yang dilakukan pemerintah. Komponen pengawasan ini yang kadang terlewati, padahal parlemen perlu memastikan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan melalui kewenangan pengawasan yang dimilikinya,” tutur Marcello.
Lebih lanjut, Kementerian Keuangan RI mencatat komposisi utang pemerintah tetap terjaga meski di tengah pandemi, yang secara total didominasi penerbitan instrumen SBN sebesar 85,96 persen dan pinjaman
sebesar 14,04 persen, per akhir Desember 2020. Dalam paparannya pada Rabu (16/6), Puteri berbagi
pengalaman DPR RI dalam memastikan penerbitan SBN yang kredibel dan efektif.
“DPR RI secara rutin melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap pengelolaan utang negara. Khususnya Komisi XI DPR RI yang melakukan pertemuan secara berkala dengan Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi penerbitan SBN maupun pinjaman serta meninjau pemanfaatannya. Hal ini dilakukan untuk
memastikan pengelolaan yang transparan dan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang
baik,” jelas Puteri.
Puteri juga menuturkan bahwa profil utang Indonesia telah dilakukan secara prudent dan berkelanjutan
karena mampu menjaga tingkat defisit fiskal dan rasio utang terhadap PDB sesuai batas yang diatur dalam
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun, dengan ditetapkannya relaksasi batas defisit fiskal
sejak tahun lalu, Puteri menegaskan bahwa DPR RI juga fokus untuk mengawal target disiplin fiskal dalam
RAPBN Tahun 2022.
“Sesuai amanat UU No. 2 Tahun 2020, defisit fiskal APBN Indonesia harus kembali pada level dibawah 3 persen pada tahun 2023. Sehingga, APBN tahun 2022 menjadi sangat krusial dalam memastikan penurunan
secara bertahap untuk kembali berada pada level tersebut. Untuk itu, DPR RI memperhatikan dengan
seksama mekanisme konsolidasi fiskal APBN tahun depan, baik atas komposisi penerimaan maupun belanja
negara,” ungkap Puteri.
Menutup paparannya, Puteri juga menekan pentingnya menjaga akuntabilitas dan transparansi pengelolaan
utang negara, khususnya melalui kerja sama DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“BPK RI telah melaksanakan pemeriksaan atas kesinambungan fiskal, termasuk analisa keberlanjutan utang
berdasarkan standar akuntansi global dan lembaga internasional. Hasil reviu juga telah disampaikan kepada DPR dan tentu menjadi catatan bagi kami untuk memantau tindak lanjut pemerintah atas rekomendasi yang
disampaikan BPK tersebut,” tutup Puteri.