JAKARTA,Cobisnis.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, industri susu di Tanah Air masih menghadapi sejumlah kendala hingga saat ini. Salah satunya berkaitan dengan produktivitas peternakan sapi perah di Indonesia yang masih rendah.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi susu per kapita di Indonesia baru mencapai 16,27 kg per kapita per tahun atau di bawah rata-rata negara-negara di Asia Tenggara. Sementara itu, pada 2022, kebutuhan susu mencapai 4,4 juta ton, namun produksi susu segar di Indonesia baru mencapai 968.980 ton.
“Saat ini, kondisi persusuan nasional membutuhkan perhatian. Sebab, susu adalah sumber nutrisi seimbang yang dibutuhkan oleh tubuh manusia,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika di Jakarta, Senin, 10 Juli.
Putu bahkan mengungkapkan kendala lain yang tengah dihadapi sektor peternakan sapi perah di Indonesia, seperti kecilnya skala kepemilikan sapi, lahan terbatas, dan mahalnya biaya pembesaran.
Kemudian, kurangnya pemahaman terhadap good dairy farming practices, mandeknya regenerasi peternak karena rendahnya minat anak muda (usia rata-rata peternak sapi perah Indonesia adalah 56 tahun), serta deraan penyakit kuku dan mulut (PMK) yang pernah menjangkiti lebih dari 538 ribu ternak di 17 provinsi pada tahun lalu, yang mana 72 ribu ekor adalah sapi perah.
Meski begitu, Kemenperin tetap mengapresiasi salah satu industri susu, yaitu PT Frisian Flag Indonesia (FFI) yang telah menginisiasi program “Young Progressive Farmer Academy”. Program itu bertujuan meningkatkan produktivitas peternakan sapi perah di Indonesia.
“Melalui program ini, para peternak muda dapat berperan untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri. Sebab, saat ini pasokan bahan baku susu dalam negeri baru tersedia 20 persen,” ujar Putu.
Dia menyebut, Program Young Progressive Farmer Academy adalah salah satu inisiatif Frisian Flag Indonesia untuk mendorong minat anak muda menjadi peternak dan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah di Indonesia melalui capacity building.
Program tersebut juga bertujuan untuk mencari peternak muda yang berpikiran progresif dalam mengembangkan peternakan sapi perah yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi juga berkelanjutan atau ramah lingkungan.
Menurut Putu, hal ini sejalan dengan upaya mewujudkan masyarakat yang sehat, sejahtera, dan selaras dengan lingkungan.
“Diharapkan dalam tiga tahun ke depan, pemenang program Young Progressive Farmer Academy akan tumbuh jadi peternak skala medium dengan kenaikan pendapatan hingga 50 persen,” imbuhnya.