Cobisnis.com – Perusahaan minyak dan gas Royal Dutch Shell menyampaikan bahwa perusahaan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 9.000 karyawan atau lebih dari 10% tenaga kerjanya, akibat penurunan permintaan minyak dan pandemi Covid-19 serta mulai beralihnya pasokan minyak ke energi rendah karbon.
Langkah Shell tersebut akan diterapkan pada 2022. Keputusan PHK yang diambil Shell tidak mengejutkan setelah perusahaan mengumumkan pengurangan dividen untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II.
Dalam wawancara internal yang dipublikasikan melalui situs resmi Shell, CEO Ben van Beurden mengungkapkan bahwa perusahaan yang memiliki 83.000 karyawan pada akhir 2019, akan reorganisasi dan menghasilkan penghematan tahunan tambahan sekitar USD2 miliar hingga USD2,5 miliar pada 2022.
Dilansir Reuters, Rabu (30/9/2020), pendapatan perusahaan sejatinya sudah tertekan sejak pandemi hingga dua digit. Pada kuartal I, pendapatan Shell turun 46 persen menjadi USD2,9 miliar. Kondisi tersebut semakin parah pada kuartal berikutnya saat pendapatan anjlok 82 persen menjadi tinggal USD638 juta.
Pendapatan Shell pada kuartal III diperkirakan berada di kisaran USD800-875 juta. Shell sedang melakukan upaya pemotongan biaya yang diharapkan dapat menghemat USD2-2,5 miliar di 2022.
Sedangkan saham Shell yang diperdagangkan di London naik 0,15% pada 0920 GMT, dibandingkan dengan kenaikan 0,9% untuk sektor energi yang lebih luas.
Ditegaskan Beurden, Shell harus menjadi perusahaan yang lebih simpel, ramping, dan kompetitif serta lebih gesit melayani pelanggan. Dia menegaskan, Shell akan menjadi bisnis energi tanpa emisi pada 2050 atau bahkan lebih cepat dengan mengubah jenis produk yang dijualnya.
Perusahaan minyak besar lainnya juga menghadapi tantangan serupa. Seperti BP yang juga juga telah memotong dividennya dan baru-baru ini mengumumkan pemangkasan 10.000 karyawan dari 70.000 tenaga kerja globalnya.