JAKARTA, COBISNIS.COM – Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) optimistis kinerja ekspor kopi nasional akan terus tumbuh positif hingga akhir tahun 2024. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kopi jenis arabica yang belum dipanggang dan tidak dihilangkan kafeinnya meningkat signifikan. Pada periode Januari hingga Agustus 2024, ekspor kopi arabica tercatat mencapai US$ 352,64 juta, naik 39,44% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan serupa juga terjadi pada ekspor kopi jenis robusta. Hingga Agustus 2024, ekspor robusta mencapai US$ 468,55 juta, meningkat 34,11% secara tahunan. Ketua Departemen Specialty & Industri AEKI, Moelyono Soesilo, menilai peningkatan ekspor kopi Indonesia akan lebih baik dibandingkan tahun lalu, terutama didorong oleh peningkatan suplai biji kopi pada semester II-2024 seiring musim panen di daerah penghasil kopi.
Selain itu, pengiriman kopi ke Eropa juga mengalami peningkatan pada Agustus dan September 2024. Pelaku usaha kopi mempercepat pengiriman untuk mengantisipasi kebijakan Uni Eropa tentang Undang-Undang Antideforestasi (EUDR), yang awalnya direncanakan berlaku pada 2025. Namun, kebijakan ini akhirnya ditunda selama satu tahun, memberikan ruang lebih bagi eksportir untuk menyesuaikan diri dengan aturan yang lebih ketat tersebut.
Moelyono menjelaskan bahwa ekspor kopi robusta mendominasi pengiriman ke luar negeri, dengan Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung sebagai daerah penghasil utama. Negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia masih didominasi oleh pasar tradisional seperti Jepang, Malaysia, Mesir, Jerman, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa Timur.
AEKI juga menggarisbawahi bahwa meskipun ekspor meningkat, produsen kopi tetap fokus pada pemenuhan permintaan domestik. Ekspor biasanya dilakukan ketika pasar lokal tidak mampu menyerap hasil produksi kopi pada waktu tertentu. Tingginya permintaan kopi domestik menjadi faktor penting dalam menjaga keseimbangan antara pasar dalam negeri dan ekspor.
AEKI turut bersyukur atas penundaan kebijakan EUDR selama setahun. Keputusan ini diyakini akan menjaga stabilitas permintaan kopi dari negara-negara Eropa, meskipun hanya sedikit eksportir yang siap memenuhi aturan ketat EUDR. Pelaku usaha kopi berharap penundaan ini memberikan waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan regulasi baru tersebut.