Cobisnis.com – Tidak lama lagi istilah bank sebagai tempat menyimpan dana, tidak lagi diartikan secara tradisional berupa uang cash. Tetapi berupa uang elektronik yang menjadi data. Berikutnya istilah dana beralih sebagai data. Hingga suatu saat orang tidak kenal uang kertas tapi uang elektronik.
Pengamat Tren Telekomunikasi Moch S Hendrowijono mengatakan dekade lalu perbankan masih alergi dengan sistem telekomunikasi digital untuk semua transaksi perbankan.
Penyebabnya karena mindset yang akan meruntuhkan sistem yang selama ini dilakukan secara offline dengan tampilan gedung atau bangunan megah, karyawan berdasi, hingga antrean orang di depan teller.
“Fungsi sebagai bank data sama dengan pusat data yang sekarang makin marak digunakan oleh berbagai korporasi. Data center muncul di mana-mana dan selalu bertambah dengan makin beragamnya kebutuhan, bukan hanya untuk sektor telko saja,” ujar Hendrowijono saat dilansir MNC Portal Indonesia, Minggu (21 Maret 2021).
Digitalisasi kini tidak bisa ditepis perbankan dan mau tidak mau mereka akan ke sana, cepat atau lambat. Hampir tidak ada perbedaan cara pengelolaan keuangan sebagai bank, dalam masalah data. Walau tetap saja namanya bank yang mengurusi uang, hanya cara transaksinya lebih banyak cashless.
Ke depan, uang kartal atau berbentuk fisik diperkirakan makin tidak banyak beredar. Karena orang tidak lagi membawa uang dalam dompet.
Apa yang akan terjadi, efisiensi di perbankan dengan makin berkurangnya SDM yang dipekerjakan, makin sedikitnya kantor cabang yang dibangun atau dibutuhkan.
“Apalagi dengan bank data yang kuat dan sistem digitalisasi yang didukung unsur telekomunikasi makin canggih, orang bisa melakukan transfer dengan jumlah tanpa batas sementara cara sekarang maksimal hanya beberapa puluh juta rupiah sekali transfer,” ujarnya.
Tetapi, masih banyak tantangan karena secara infrastruktur telekomunikasi tidak memadai. Selain itu perlindungan data pribadi juga belum dijamin undang-undang. Keuangan merupakan hal yang sangat sensitif, sehingga infrastruktur telekomunikasi tidak bisa seperti yang sekarang.
Dia mengingatkan fungsi sebagai bank data membutuhkan jaringan telko yang kuat dan berkapasitas besar dan aman, dan itu tidak bisa terjawab oleh kemampuan operator telko yang masih berkutat di layanan 2G, 3G, maupun 4G LTE.
Layanan berteknologi 5G pun tampaknya masih belum aman untuk transaksi sensitif seperti untuk perbankan, karena generasi-generasi telko tersebut masih saja bisa dibobol.
“Infrastruktur telko yang baik tidak hanya generasi teknologinya harus yang terbaru yaitu 5G atau 6G, namun juga jaringannya harus merata ke seluruh Nusantara,” jelasnya.
Saat ini, dari 83.218 desa di seluruh Tanah Air, masih ada 22.548 desa yang belum terlayani oleh telko.
“Boro-boro 4G, layanan generasi pertama saja mereka belum punya. Kendala-kendala tadi yang harus mulai dipikirkan dan diselesaikan pemerintah sebelum bank bisa disebut benar-benar sebagai bank data,” katanya.