Jakarta, Cobisnis.com – Tertundanya pembayaran klaim Pemegang Polis yang identik dengan gagal bayar bukan lagi menjadi berita baru dan hot, karena kondisi tersebut telah terjadi dengan tekanan tinggi selama kurun waktu 1 tahun terakhir. Antrian klaim yang menjadi andalan Manajemen tidak mengalami pergerakan signifikan yang di atas kertas hingga saat ini telah mencapai outstanding klaim sebesar 8 Triliun. Selain banyaknya outstanding klaim tersebut, permasalahan outstanding terhadap hak Pekerja telah terjadi, diantaranya hak normatif yang bersifat materiil antara lain gaji, iuran pensiun, iuran BPJS, Sumbangan Biaya Pendidikan, Hak Pensiun Pekerja, bahkan Pekerja yang sudah meninggalpun belum menerima, dan puncaknya hak atas Tunjangan Hari Raya tahun 2021 yang hanya terealisasi sebesar tidak lebih dari 50%. Kondisi demikian diibaratkan penyakit bahwa Manajemen yang merupakan Organ Perusahaan telah mengalami gagal ginjal dan dalam waktu dekat akan lumpuh. Gagalnya Manajemen memenuhi kewajiban terhadap hak Pekerja kali ini jelas melanggar ketentuan sebagaimana menjadi pedoman beberapa regulasi di bidang ketenagakerjaan, bukan kali pertama pelanggaran ini dilakukan, terlebih AJB Bumiputera 1912 bukan industri yang terdampak Pandemi Covid-19. Faktanya hingga saat ini tidak ada pernyataan Manajemen bahwa AJB Bumiputera 1912 terdampak Pandemi Covid-19. Kondisi yang terjadi tidak lebih dari ketidakmampuan Organ Perusahaan dalam memenuhi standar tata kelola Perusahaan serta upaya-upaya penyelesaiannya.
Sebagaimana diketahui penyakit gagal ginjal dalam anatomi tubuh manusia dianggap tidak bekerja atau kurang optimalnya sistem kerja dalam tubuh manusia, sehingga produktifitas menjadi menurun yang berdampak pada kinerja organ pada tubuh manusia terganggu. Begitu hal nya yang terjadi pada AJB Bumiputera 1912 yang sejak beberapa waktu terakhir mengalami kekosongan Organ Perusahaan sebagai akibat tidak lengkap atau terpenuhinya jumlah sesuai dengan standar tata kelola Perusahaan yang diatur dalam regulasi, berdampak pada hasil yang kurang optimal dan bahkan setiap keputusan-keputusannya berpotensi pada permasalahan hukum.
Dalam pengamatan secara berkala dan intensif, banyaknya praktek-praktek yang tidak terkendali menjadikan bukti bahwa AJB Bumiputera 1912 menyelenggarakan kegiatan operasional yang tidak GCG. Indikator tersebut dapat terlihat pada status keanggotaan BPA yang dinyatakan telah kosong pada kesempatan acara bersama Pemegang Polis tanggal 16 Maret 2021 di gedung Wisma Mulia 2, Kantor OJK RI di sela-sela acara musyawarah bersama Pemegang Polis, Dewan Komisaris, Direksi, Agen Asuransi, dan SP NIBA AJB Bumiputera 1912 dalam acara yang difasilitasi oleh OJK terkait Kepanitiaan Pemilihan Anggota BPA. Organ Dewan Komisaris sebanyak 2 orang yang itupun sebagai Komisaris Independen serta anggota Direksi hanya terisi 1 orang, sudah tidak sesuai tata kelola yang baik, sehingga praktis tidak dapat melakukan tindakan-tindakan dan keputusan strategis. Beredar beberapa kondisi AJB Bumiputera 1912 dipimpin oleh Plt. Direktur Utama yang diputuskan melalui mekanisme Sidang Luar Biasa BPA yang hanya diputuskan oleh 3 orang Anggota BPA, selain di dalamnya terdapat keputusan pengisian Plt. Direktur Keuangan dan Investasi serta merangkap Plt. Direktur Teknik. Tentu saja keputusan-keputusan tersebut bertentangan dangan Anggaran Dasar yang merupakan aturan tertinggi di AJB Bumiputera 1912. Ditambah lagi berkaitan dengan pengangkatan Tenaga Ahli yang dikontrak, lucunya adalah figur-figur Calon Direktur yang tidak disetujui permohonan Fit and Proper Test nya oleh OJK yang kemudian diberhentikan melalui Sidang Luar Biasa BPA akibat melakukan pelanggaran Anggaran Dasar. Pada kesempatan lain figur tersebut diangkat kembali sebagai Chief. Tentunya pemandangan seperti itu tidak mencerminkan kondisi AJB Bumiputera 1912 yang tengah dalam tekanan likuiditas tinggi. Lantas siapa yang mengalami tekanan paling tinggi dalam kondisi demikian ? Jawabannya jelas ada di Kantor Operasional, yaitu dari Kantor Wilayah hingga Kantor Cabang. Bagaimana tidak Pekerja pada Kantor-kantor tersebut pada posisi sulit, selain dituntut harus memberikan pelayanan yang baik dan profesional terhadap Pemegang Polis tanpa ada pedoman arah dan update informasi kondisi Perusahaan, juga tekanan psikis dan fisik menjadi santapan setiap hari. Tentunya selain kerugian material para Pekerja yang memangku jabatan pada Kantor-kantor tersebut mengalami kerugian immaterial. Salah satu faktor penyebab diantaranya diperparah kondisi struktur organisasi di unit kerja atasannya. Departemen Pemasaran sebagai supporting unit dan intermediasi peran dalam organisasi pemasaran dan pelayanan, mengalami ketumpulan dengan top management dalam kondisi kosong yang selazimnya dilakukan oleh Direktur Pemasaran. Sesuai ketentuan yang berlaku bahwa struktur kantor wilayah bertanggung jawab kepada Direksi, dalam al ini Direktur Pemasaran dalam bidang strategi dan operasional pemasaran, sedangkan kondisi yang ada saat ini Direksi hanya satu satunya dan mempunyai legitimasi yaitu Direktur SDM dan Umum, sehingga sesuai prosedur Kepala Wilayah sulit menerima perintah, arahan, dan tugas sesuai bidangnya. Jika terdapat perintah, arahan, dan tugas selain yang diatur dalam regulasi, hal tersebut jelas bertentangan dengan aturan. Dalam situasi demikian seluruh pejabat di Kantor Wilayah harus mempunyai pedoman dan jangan sampai melaksanakan peran organisasi dari pejabat yang tidak sah secara hukum karena akan berpotensi terjadinya penyimpangan dan permasalahan di kemudian hari. Butuh kesolidan dan kekompakan untuk bersama – sama menjaga marwah dan wibawa dan menjadikan aturan Perusahaan sebagai pedoman operasional, karena dari sikap tersebut eksistensi Perusahaan dapat terjaga dan dapat membuka mata para pemangku kepentingan di internal Perusahaan khususnya terhadap kondisi sesungguhnya yang terjadi.
Dalam suatu tataran manajemen Perusahaan, berkaitan dengan manajemen konflik serta evaluasi kinerja bisnis, Perusahaan yang tengah dalam permasalahan keuangan satu diantaranya yang pertama dan utama dilakukan adalah dengan pengendalian biaya yang biasa dikenal dengan efisiensi. Upaya tersebut merupakan strategi yang lazim dilakukan di perusahaan manapun, disamping diimbangi dengan beberapa program kerja baik yang bersifat organik maupun anorganik melalui skema-skema tertentu dengan pendekatan finansial yang terstruktur dan sistematis dalam proyeksi waktu dan target capaian hasil tertentu. Mustahil AJB Bumiputera 1912 akan keluar dari kemelut yang terjadi jika Manajemen tidak melakukan langkah-langkah strategis dan taktis seperti yang sudah selazimnya dilakukan. Dalam catatan dimana nilai outstanding klaim sebesar kurang lebih 8 Triliun sedangkan asset yang dimiliki oleh Perusahaan sekitar 9.8 Triliun, hal ini menunjukkan bahwa kinerja Manajemen tidak maksimal dan tentunya keberadaan Perusahaan sudah di ujung tanduk jika ditangani dengan cara normal tanpa stimulus dengan power yang total, terlebih kondisi organisasi yang sudah tidak harmonis dalam menyikapi permasalahan-permasalahan dan keputusan strategis. Sehingga dengan menggunakan indikator evaluasi tahun buku, atau semesteran, bahkan program 100 hari pun, Organ Perusahaan yang ada saat ini jelas tidak layak untuk bertahan dan sama sekali tidak dapat menunjukkan program kerja strategis sebagai Total Solution. Kebijakan biasa-biasa saja dan hanya menghabiskan biaya-biaya yang tidak perlu dan faktanya dirasakan dan terang yaitu Manajemen telah wanprestasi terhadap hak-hak Pekerja, ditambah pengawasan Komisaris Independen yang tidak profesional terhadap pengawasan operasional AJB Bumiputera 1912, beberapa prakteknya tidak menunjukkan keindependenannya sesuai peran dan tugasnya, dan justru mengikuti arahan-arahan dan pengaruh dari Anggota BPA yang jelas-jelas beberapa peristiwa dalam Sidang Luar Biasa (SLB) BPA sudah melanggar Anggaran Dasar serta ketentuan perundang-undangan yang terkait.
Dalam suatu agenda tertentu, proses Pemilihan Anggota BPA yang tengah bergulir sebagai tindak lanjut dari hasil tanggal 16 Maret 2021, memasuki proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang berlangsung pada tanggal 4 Mei 2021. Pada hari bersamaan, Manajemen AJB Bumiputera 1912 menggelar Rapat Pimpinan Nasional di Gedung Wisma Bumiputera sesuai dengan undangan dari Zainal Abidin selaku Plt. Direktur Utama. Dalam isi agenda tersebut sama sekali tidak menyinggung materi berkaitan dengan program kerja mengatasi permasalahan AJB Bumiputera 1912 dalam jangka waktu dekat. Sehingga tidak ada yang dapat diharapkan bagaimana nasib jutaan Pemegang Polis serta ribuan Pekerja kedepan. Ditambah lagi dengan tidak disetujuinya pencairan Dana Jaminan di OJK, situasi tersebut semakin mempertegas bahwa Organ Perusahaan yang saat ini duduk diragukan performa serta integritasnya dalam memegang amanah serta tanggung jawab Perusahaan.
Hal inilah yang paling mudah digambarkan terhadap kondisi Organ Perusahaan bahwa sudah tidak mempunyai kemampuan mengatasi segala persoalan, sehingga dikatakan mengalami gagal ginjal. Dan jika kondisi demikian dibiarkan, akan semakin menumpuk kerugian dari korban-korban baik Pemegang Polis maupun Pekerja, disamping mengguritanya praktek-praktek pelanggaran dan penyimpangan oleh oknum. Pemegang Polis dan Pekerja yang nyata-nyata di dalam tubuhnya mengalir darah Bumiputera dan mengabdikan selama ini, hak dan kepentingannya tercabik-cabik oleh mereka yang sama sekali tidak mempunyai hubungan sama sekali terhadap Bumiputera, baik dari segi sejarah maupun finansialnya. Tentunya peranan Komisaris sebagai fungsi pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan operasional Perusahaan selama ini di AJB Bumiputera 1912 patut dipertanyakan oleh OJK sebagai lembaga pengawasan. OJK harus tegas dan menindaklanjuti dalam bentuk peninjauan kembali keberadaan Komisaris atas pengawasan yang dilakukan, terlebih Komisaris yang masih duduk hingga saat ini merupakan Komisaris Independen yang betul-betul dituntut independensinya dalam Organ Perusahaan. Jangan sampai praktek intervensi Komisaris dalam kegiatan operasional yang dijalankan oleh Direksi terjadi yang pada akhirnya menyalahi aturan. Setidaknya jika hal tersebut dilakukan, supremasi hukum terhadap implementasi pengawasan yang diberikan oleh Undang-undang dapat tercapai sasaran, dan bukan hanya macan kertas. Sebagaimana disampaikan oleh OJK bahwa masih ada Perusahaan Asuransi yang mempunyai komisaris dan masih kurang layak menjalankan tugasnya. Tentunya latar belakang dan pengalaman komisaris menjadi konsentrasi bagi OJK dalam melakukan uji kemampuan dan kepatutan di industri perasuransian, karena tentunya akan mempunyai risiko tinggi, sebagaimana terjadi di AJB Bumiputera 1912. Tidak ada kemaslahatan jika usaha jalan namun hanya praktek kejahatan berkeliaran dan dibiarkan terus menerus yang pada akhirnya industri perasuransian berpotensi tercoreng sebagai instrumen perekonomian yang tidak lagi dilirik oleh masyarakat. Karena kekokohan AJB Bumiputera 1912 dalam mengatasi permasalahan yang terjadi dari masa masa yang telah dilalui hingga saat ini masih menunjukan eksistensinya berupa aset, tentunya hal tersebut merupakan kinerja dan proses panjang pendahulu membangun bangunan ekonomi yang memberikan manfaat bagi bangsa. Sehingga AJB Bumiputera 1912 harus diselamatkan apapun dan bagaimanapun caranya.
Pemerintah bersama OJK serta lembaga legislatif harus memberikan perhatian lebih, serta yang terpenting adalah keyakinan bahwa AJB Bumiputera 1912 masih dapat diselamatkan, hanya saja tidak menunda nunda skema jitu sebagai total solution. Yang tidak kalah penting, bahwa AJB Bumiputera 1912 harus bersih dari oknum-oknum yang telah dengan sengaja mengakibatkan kondisi AJB Bumiputera 1912 mengalami kebuntuan dan terjadi praktek penggunaan biaya-biaya yang menyimpang dari aturan.
Belajar dari Perusahaan Asuransi Plat Merah PT. Jiwasraya (Persero) yang nasibnya kian terseok-seok progress dari opsi penyelamatan nasabahnya menggunakan Indonesia Financial Group (IFG), hal tersebut tidak luput dari peran pengawasan OJK di sektor perasuransian. Karena industri keuangan non bank dalam beberapa tahun terakhir semakin panjang kasus-kasus gagal bayar. Dalam pembangunan industri keuangan non bank yang kuat dan berkesinambungan, selain permodalan yang memadai dan inovasi produk yang baik untuk berkompetisi secara sehat, adalah sumber daya manusia. Pembangunan sumber daya manusia harus diperkuat, bukan hanya sekedar pandai dan handal, namun integritas yang baik dan yang memahami serta konsisten menjalankan tata kelola yang baik. AJB Bumiputera 1912 memerlukan figur-figur pemimpin serta kualifikasi sumber daya manusia demikian guna memudahkan mengatasi persoalan jangka pendek, menengah, dan panjang dalam rangka penyelamatan dan penguatan Perusahaan. Jika upaya tersebut dilakukan, bukan tidak mungkin AJB Bumiputera 1912 akan lebih mudah keluar dari permasalahan yang terjadi saat ini.
Menegaskan kembali kondisi yang terjadi di AJB Bumiputera 1912, me-resume peristiwa penting periode 2019 hingga 2021, sejak terbitnya Peraturan Pemerintah RI Nomor 87 Tahun 2019 yang berlaku efektif 26 Desember 2019. AJB Bumiputera 1912 sebagai badan hukum Usaha Bersama (Mutual) untuk pertama kalinya mendapatkan payung hukum dalam kegiatan operasionalnya di Indonesia. Sekalipun demikian, masih banyak pekerjaan rumah bagi Pemerintah Regulator (OJK), beserta internal AJB Bumiputera 1912, untuk menerbitkan regulasi-regulasi turunannya. Memasuki tahun 2020, sesuai amanat PP 87 Tahun 2019 tersebut, bahwasannya Usaha Bersama melalui Organ Perusahaan diwajibkan untuk melakukan penyesuaian atas Anggaran Dasar dalam kurun waktu 6 bulan atau sekitar 26 Juni 2020, namun kesempatan yang diberikan oleh PP 87 Tahun 2019 tidak digunakan dengan baik oleh Organ Perusahaan. Selanjutnya sesuai dengan Perintah Tertulis Nomor S-34 dan S-35 berkaitan dengan Pemilihan Anggota BPA yang diproyeksikan dalam masa transisi seluruh tugasnya akan berakhir pada 26 Desember 2020, tidak dilakukan oleh Organ Perusahaan. Sehingga pada fase berlakunya PP 87 Tahun 2019, hampir seluruh amanat yang tertuang dalam Pasal-pasal krusial tidak terlaksana dengan baik. Selanjutnya pasca dibacakannya Keputusan MK RI pada tanggal 14 Januari 2021, seluruh ketentuan dalam PP 87 Tahun 2019 praktis tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Hal demikian telah dinyatakan dalam surat yang ditandatangani oleh Plt. Direktur Utama yang beredar luas sebagaimana tertuang dalam surat nomor 45/DIR/Int/II/2021 tertanggal 8 Februari 2021 perihal Penyampaian Hasil Keputusan Mahkamah Konstitusi. Usaha Bersama AJB Bumiputera 1912 kembali menganut ketentuan Anggaran Dasar sebagai kitab suci dan aturan tertinggi yang wajib dipedomani, namun sayang, tidak sepenuhnya ketentuan dalam Anggaran Dasar diapat diterapkan, salah satunya pada saat proses pemilihan Anggota BPA, kepanitiaannya tidak dapat disahkan dalam Sidang Luar Biasa BPA sebagai akibat telah habisnya tugas Anggota BPA.
Kondisi tersebut tidak berhenti saja sampai pengesahan kepanitiaan Pemilihan Anggota BPA yang tidak dapat dilaksanakan, mengingat masih perlu waktu oleh para Pemegang Polis yang tergabung dalam Kornas, Pempol Bumi, Pempol Korban Gagal Bayar, AABI, serta Serikat Pekerja, yang prosesnya sedang berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Masalah utama yang dialami Perusahaan adalah kondisi likuiditas telah menipis dan bahkan sudah habis, kegiatan operasional sudah terganggu, pelanggaran terjadi di beberapa aspek, termasuk yang dialami Pekerja. Bercermin dari peristiwa penting periode 2019 hingga Putusan MK RI tanggal 14 Januari 2021, pertanyaan menggelitik yang terlintas apakah Usaha Bersama masih ada ? Barangkali masih ada dalam konteks bangunan badan usahanya, namun kegiatannya dengan kondisi Organ Perusahaan yang sudah tidak sesuai standar tata kelola Perusahaan sebagaimana ketentuan Anggaran Dasar maupun POJK, serta UU Nomor 40 Tahun 2014. Apa yang telah diperbuat oleh Anggota BPA saat peristiwa penting tersebut dan kemana perginya saat kondisi kebuntuan saat ini terjadi ? Siapa yang paling bertangung jawab saat hak-hak Pekerja dan jutaan Pemegang Polis belum terpenuhi ? Belum ada upaya hukum yang ditempuh para penderita kerugian baik Pekerja maupun Pemegang Polis terhadap Anggota BPA sesuai tempus delicti maupun locus delicti, mengingat kondisi Organ Perusahaan yang mengalami kevakuman dan tidak layak untuk digugat maupun diproses pidana sesuai kemampuan dalam melakukan tindakan hukum.
Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 sebagai lembaga independen yang dilindungi oleh perundang-undangan telah mengambil sikap tegas dan tidak kompromi dengan berlarut-larutnya penanganan terhadap permasalahan AJB Bumiputera 1912. Termasuk menyatakan bahwa Organ Perusahaan telah mengalami kekosongan (vacuum of power) dan terakhir saat pada titik nadzir hak-hak Pekerja telah dilanggar, membuktikan bahwa Manajemen tidak mempunyai program kerja yang jelas dan hanya akan mengakibat permasalahan yang semakin ruwet. Tidak ada istilah lain bagi Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912 selain selamatkan AJB Bumiputera 1912 guna menjamin seluruh kepentingan yang ada di dalamnya, dan setidaknya konstruksi AJB Bumiputera 1912 secara kelembagaan dalam tataran bangunan perekonomian nasional dapat dipulihkan, sehingga dapat kembali memberikan pengabdian bagi bangsa sesuai kemampuan dan kekhasannya tanpa menghapuskan nilai-nilai sejarah dan cita-cita luhur Pendiri. Hal demikian selaras dengan kebijakan strategis Pemerintah dengan pembentukan Kementerian Investasi beberapa waktu lalu yang diarahkan untuk mendongkrak Ease of Doing Business, dimana salah satunya dapat diserap pada industri perasuransian dengan menggunakan skema yang saling menguntungkan serta keberpihkan bagi rakyat sebagai pengguna jasa serta sisi Pemegang Saham sebagai representasi Pengusaha. Dalam momentum yang baik ini, di hari kemenangan serta suasana Idul Fitri 1442 Hijriyah, tentunya SP NIBA AJB Bumiputera 1912 mengajak kepada seluruh pihak untuk memanfaatkan waktu, dengan bersih-bersih diri serta transparan dan konsisten memahami regulasi dan yang utama mengesampingkan ego, maka AJB Bumiputera 1912 akan mendapatkan resep serta skema yang tepat dan cepat. Semua itu dilakukan semata-mata untuk menjamin keberlangsungan hak para Pekerja serta hak Pemegang Polis yang sudah semakin lama diselimuti penderitaan dan kerugian berlarut-larut baik materiil maupun immaterial sebagai akibat kedzaliman oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Seluruh Pemangku Kepentingan tentunya menjadikan hari kemenangan dalam dimensi dan terminology kemenangan secara hakiki, yaitu menang dalam mengendalikan diri, menang dalam memahami makna akan pentingnya pengorbanan untuk kepentingan orang lain sebagai sesama, dan menang untuk menjadikan diri kita semuanya kembali fitri. Dan pada akhirnya semoga seluruh Pemangku Kepentingan, baik Pemerintah bersama OJK, lembaga legislatif (MPR, DPR, DPD), beserta seluruh pemangku kepentingan di internal Perusahaan, tetap mempunyai semangat untuk menyelamatakan AJB Bumiputera 1912, apapun dan bagaimanapun caranya, tanpa menunda-nunda hak-hak yang telah jelas-jelas terlanggar, sehingga AJB Bumiputera 1912 dapat kembali pulih dan normal serta menunjukkan eksistensinya pada bangsa Indonesia dengan pengabdian yang telah diamanatkan serta dicita-citakan para Pendiri dan pendahulu Perusahaan ini. Skema penyelamatan AJB Bumiputera 1912 harus menggunakan Total Solution baik kelembagaan, sumber daya manusia, finnsial, serta teknologi terintegrasi. Semoga Allah Subhanahu wa ta‘alaa senantiasa menganugerahi keberuntungan dari setiap ikhtiar insan AJB Bumiputera 1912 beserta seluruh Pemangku Kepentingan di Negeri ini demi penyelamatan masa depan anak bangsa melalui bangunan ekonomi yang kuat, kokoh, dan maslahat.
*F. Ghulam Naja*
Ketua Tim Advokasi dan Contingency Plan SP NIBA AJB Bumiputera 1912