JAKARTA,Cobisnis.com – Diare merupakan salah satu penyakit yang masih banyak ditemukan di masyarakat. Berdasarkan laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, angka prevalensi diare pada semua kelompok umur di Indonesia mencapai 4,3% dan kelompok subjek berusia lebih dari 75 tahun merupakan populasi dengan prevalensi diare terbesar, yaitu 5,1%. Data Global Burden of Disease tahun 2016, diare termasuk dalam sepuluh besar penyakit dengan beban kesehatan tertinggi secara global. Meskipun berbagai upaya pencegahan telah dilakukan di Indonesia, keberhasilan dalam menurunkan angka kejadian dan mortalitas akibat diare masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan upaya yang belum optimal di dalam pencegahan dan juga di berbagai daerah.
Dalam upaya penanganan diare yang lebih optimal, Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) bekerja sama dengan QIAGEN, perusahaan terkemuka di bidang teknologi diagnostik, menyelenggarakan webinar bertajuk “Expert Meeting of Modern Diagnostics in Diarrhea Management: Exploring the Latest Update Guidelines on Diarrhea Management in Indonesia” pada Minggu, 15 Desember 2024. Webinar ini bertujuan untuk memperkenalkan dan membahas pembaruan terbaru yang terdapat dalam buku konsensus serta tata laksana manajemen diare di Indonesia. Webinar ini sukses dihadiri oleh sekitar 1.400 dokter, baik dokter umum, dokter spesialis gastroenterologi – hepatologi, maupun dokter spesialis penyakit dalam.
Syndromic Testing, Kemajuan dalam Diagnosis dan Terapi Diare: Pendekatan yang Cepat dan Akurat untuk Identifikasi Pathogen
Teknologi diagnostik untuk diare telah berkembang pesat, terutama dengan hadirnya metode polymerase chain reaction (PCR) multipleks feses, yang memungkinkan deteksi simultan berbagai patogen seperti bakteri, virus dan parasit dalam satu sampel feses. Pemeriksaan PCR multipleks feses sangat direkomendasikan bagi pasien dengan diare kronik, persisten, atau akut untuk identifikasi patogen secara spesifik. Patogen yang berbeda dapat menyebabkan gejala yang serupa, sehingga hal ini menyulitkan dokter untuk mengidentifikasi patogen tertentu penyebab infeksi yang di derita oleh pasien, terutama pada pasien imunokompromais / imunodefisiensi seperti penderita HIV/AIDS, kanker, autoimun dan gangguan kesehatan kronis lainnya.
Syndromic testing menjawab tantangan ini dengan menggunakan PCR multipleks untuk menguji beberapa patogen sekaligus, dimana CT-Value memainkan peran penting dalam penegakan diagnostik terutama kasus koinfeksi. Hasil yang cepat dan akurat dapat memberikan alternatif diagnostik tradisional seperti metode kultur bakteri dan mikroskop.
“Terutama apabila pasien memiliki penyakit seperti HIV atau auto-imun di mana tubuh tidak dapat melawan infeksi sehingga bisa terjadi diare akut hingga kronis. Hasil pemeriksaan Systemic Testing memiliki keuntungan tersendiri karena dapat mengetahui penyebab infeksi hingga 23 patogen, sehingga sangat membantu dokter menentukan pengobatan yang paling tepat berdasarkan penyebab utama diare”, ungkap Dr. dr. Hasan Maulahela, SpPD, K-GEH selaku Sekretaris Jenderal PB-PGI.
Selain itu, panduan terbaru memberikan rekomendasi terapi yang lebih beragam, termasuk pilihan antibiotik dan probiotik yang disesuaikan dengan etiologi spesifik sehingga hasil tes PCR Multiplex ini dapat mengurangi penggunaan antibiotik secara berlebihan atau tidak sesuai indikasi, yang merupakan salah satu penyebab utama resistensi antibiotik saat ini. Teknologi diagnostik ini mendukung pengambilan keputusan klinis yang lebih cepat, meningkatkan efisiensi, dan kualitas perawatan pasien.
“Saat ini alat untuk melakukan pemeriksaan Syndromic Testing telah tersedia di e-catalog, sehingga terbuka bagi RS yang memang membutuhkannya. Syndromic Testing juga sudah tersedia di beberapa rumah sakit besar milik pemerintah maupun swasta,” ujar Guru besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI yang sekaligus merupakan moderator pada webinar, Prof. Ari Fahrial Syam, MD, PhD, MMB, FACP, FACG.
Selain itu ditekankan pula pentingnya kesadaran hidup bersih sebagai bentuk pencegahan akan penyakit diare yang masih menjadi momok di tengah masyarakat modern. “Terutama di musim peralihan panas ke hujan seperti saat ini, kebersihan menjadi hal yang utama. Umumnya pencegahan diare dapat dilakukan dari hal sederhana mulai dari mencuci tangan setiap akan makan, kemudian menjaga sumber makanan dan sumber air tetap bersih agar terhindar dari penyakit diare”, ujar Prof. dr. Marcellus Simadibrata, SpPD, K-GEH, PHD, FACG, FASGE selaku penasihat PGI yang hadir menjadi salah satu pembicara pada webinar ini.