Cobisnis.com-Unilever, pada 19 Juni 2020 menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan LGBTQ+. Gerakan ini, menurut Unilever untuk membuat rekan LGBTQ+ bangga karena Unilever bersama mereka.
Unilever juga membuka kesempatan bisnis bagi LGBTQ+ sebagai bagian dari koalisi global. Selain itu, Unilever meminta Stonewall, lembaga amal untuk LGBT, mengaudit kebijakan dan tolok ukur bagaimana Unilever melanjutkan aksi ini.
Atas program tersebut, Unilever mendapatkan sorotan tajam dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut MUI, dari gerakan tersebut Unilever memberi dukungan pada pergerakan LGBT di Indonesia.
MUI pun mempertimbangkan ajakan kepada tokoh dan masyarakat untuk memboikot produk Unilever bila dukungan pada LGBT tetap disuarakan.
Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas, menyebut pihak Unilever perlu memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait isu ini. Sebab, kata dia, Unilever harus memastikan dana yang dibayarkan umat Islam untuk produk mereka tidak digunakan untuk mendukung LGBT.
“Banyak produk-produk lain di luar Unilever, kita bisa pindah ke produk lain namun perlu komitmen apakah dana-dana yang didapat dari kita digunakan untuk mendukung LGBT, jika demikian kita boikot,” kata Anwar Abbas saat dihubungi, Minggu (5/7/2020).
Sementara itu, Ketua Komisi Ekonomi MUI, Azrul Tanjung, mengakui bahwa produk Unilever memang telah dipakai sebagian besar masyarakat. Namun, kata dia, kampanye pro-LGBT yang dilakukan Unilever bisa memicu pemboikotan oleh ormas Islam.
“Kalau ini terus dilakukan, saya kira ormas-ormas Islam bersama MUI akan melakukan gerakan anti-Unilever atau menolak Unilever dan kita mengimbau masyarakat untuk beralih pada produk lain,” kata dia.
Banyaknya pengguna Unilever di Indonesia, klaim Azrul juga tak berarti kemungkinan boikot mengecil. Menurut dia masih ada produk alternatif yang tetap bisa digunakan masyarakat.
“Bukan berarti kita tidak bisa beralih ke produk lain, dan sekarang kesempatan bagi produk lain untuk mengambil posisi,” kata dia menambahkan.