Cobisnis.com – Perekonomian global kini mulai pulih dan diperkirakan tumbuh positif pada 2021. Pascakontraksi tajam pada Q2-2020, tren positif dan pemulihan ekonomi sejak Q3-2020 terjadi secara global, termasuk di Indonesia. Dalam upaya melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional, Pemerintah terus memberikan dukungan kepada UMKM.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pandemi Covid-19 telah memberikan dampak buruk terhadap UMKM.
Mayoritas UMKM (82,9%) merasakan dampak negatif dari pandemi ini dan hanya sebagian kecil (5,9%) yang mengalami pertumbuhan positif.
Hasil survey dari beberapa lembaga (BPS, Bappenas, dan World Bank) menunjukkan pandemi ini menyebabkan banyak UMKM kesulitan melunasi pinjaman serta membayar tagihan listrik, gas, dan gaji karyawan.
Beberapa di antaranya sampai harus
melakukan PHK. Kendala lain yang dialami UMKM, antara lain sulitnya memperoleh bahan baku, permodalan, pelanggan menurun, distribusi dan produksi terhambat.
“Pemerintah berupaya menyediakan sejumlah stimulus melalui kebijakan restrukturisasi pinjaman, tambahan bantuan modal, keringanan pembayaran tagihan listrik, dan dukungan pembiayaan lainnya,” ujar Susiwijono Moegiarso dalam keynote speech-nya di Webinar “Pemulihan Ekonomi untuk Sektor UMKM Nasional”, Rabu (28 April 2021)
Webinar diselenggarakan Alika Communication bersama School of Business and Management Institut Teknologi Bandung (SBM ITB).
Per Maret 2021, porsi kredit UMKM dari total kredit perbankan baru mencapai 20,59 persen. Angka ini sebenarnya mengalami penurunan bila dibandingkan dengan posisi Februari 2021 yang mencapai 20,80 persen, namun sedikit lebih baik dibandingkan dengan posisi Januari 2021 sebesar 20,58 persen.
Menurut Deputi Komisioner III OJK
Slamet Edy Purnomo, penurunan penyaluran kredit tersebut terjadi karena industri perbankan sedang tidak percaya dengan beberapa sektor UMKM, utamanya sektor konstruksi.
Hal ini karena tingkat kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) pada
sektor konstruksi mengalami kenaikan signifikan, dari 10,31 persen pada Maret 2020 menjadi 12,69 persen di Maret 2021.
Porsi kredit sektor ekonomi UMKM terbagi menjadi enam bagian, yaitu perdagangan grosir dan eceran 49%, pertanian 12%, perburuan dan kehutanan, 10% industri pengolahan, lalu 6% konstruksi, 5% komunitas, sosial budaya, hiburan dan jasa perorangan lainnya, dan 18% sektor ekonomi lainnya.
Edy mengatakan, kebijakan jangka pendek dukungan sektor jasa keuangan tahun 2020-2021 untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional meliputi mendukung pelaksanaan PEN, monitoring dan evaluasi kebijakan stimulus dan normalisasi transisi kebijakan relaksasi yang telah diberikan, peningkatan permintaan masyarakat, pembangunan UMKM, penciptaan lapangan kerja, percepatan integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan digital, serta percepatan reformasi pasar modal dan keuangan non-bank dalam rangka menjaga integrasi pasar keuangan.
Dosen MBA ITB, Erman Sumirat, mengatakan tantangan kunci bagi UMKM selama pandemi adalah mengatasi masalah cash flow operasional, permintaan produk dan jasa turun, bisnis ditutup, peluang untuk bertemu dengan klien berkurang, serta isu perubahan strategi bisnis untuk menawarkan jasa dan produk.
Dari sisi keuangan, selain relaksasi kredit dan modal kerja baru, dia menilai program OJK menerbitkan regulasi dan menciptakan ekosistem Bank Digital sangat efektif mengembangkan UMKM. Bank Digital tidak hanya mendukung program digitalisasi UMKM, tetapi juga memangkas biaya modal, terutama dari bunga pinjaman.
“Langkah yang perlu didorong adalah digitalisasi UMKM, memperkuat ekosistem UMKM dari hulu hingga hilir serta kebijakan restrukturisasi kedit dan pembiayaan. Sejalan dengan itu, kuncinya adalah mobilisasi masyarakat dengan mempercepat vaksinasi,” ujar Erman.