JAKARTA, Cobisnis.com – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita buka suara mengenai deflasi yang terjadi beruntun lima kali sejak Mei hingga September 2024 ini.
Menperin menilai, dari sisi industri deflasi yang terjadi beruntun di Tanah Air dipengaruhi oleh banjirnya barang impor yang masuk ke Indonesia.
Sehingga, suplai barang impor menjadi banyak dan berpengaruh terhadap industri dalam negeri.
“Berkaitan dengan deflasi tadi, kami sepakat bahwa daya belinya berkurang. Sudah daya belinya berkurang, impor barang-barang murahnya semakin tinggi. (Sehingga) banjir pasar, demand tidak ada. Itu deflasi,” ujar Menperin Agus saat ditemui di kantornya, Kamis, 10 Oktober.
Agus tak menampik, bahwa saat ini daya beli masyarakat memang sedang turun. Dengan demikian, permintaan terhadap barang dan jasa pun kurang.
“Daya belinya, kan, berkurang, which i agree. Jadi, permintaan, kan, kurang, ini dalam kacamata manufaktur,” katanya.
Menurutnya, pada saat permintaan terhadap barang dan jasa menurun, namun suplai tetap berjalan. Agus bilang, suplai yang masuk itu merupakan barang-barang impor.
“Demand berkurang, tapi suplainya tidak. Suplai masuk barang-barang impor tadi, ini simple. Dari kacamata manufaktur, itu yang menyebabkan deflasi. Daya belinya berkurang, sementara suplainya berasal dari barang-barang impor tidak berkurang,” tuturnya.
Guna mengatasi hal tersebut, Agus menilai diperlukan kembali revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan Impor dan adanya pemindahan pelabuhan masuk atau entry point barang-barang impor ke wilayah timur Indonesia.
“Apa langkah pemerintah? Saya, sih, inginnya ada revisi Permendag 8. Kedua saya konsisten saja, menginginkan agar entry pointnya segera kami geser ke timur untuk mempersulit (masuknya) barang-barang impor,” ungkap Agus.
“Jadi, banjirnya barang-barang itu paling tidak tertunda. (Barang-barang impor) akan masuk ke Jawa, tapi paling tidak tertunda dan akan menaikkan harga atau cost itu. Paling tidak,” imbuhnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terjadi deflasi pada September 2024 sebesar 0,12 persen secara bulanan atau month to month (mom). Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Agustus 2024, yakni 0,03 persen.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, deflasi pada September 2024 lebih dalam jika dibandingkan dengan Agustus 2024.
“Terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024,” ucapnya dalam Konferensi Pers di Jakarta, Selasa, 1 Oktober.