JAKARTA, COBISNIS.COM – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas, menyebutkan tantangan yang dihadapi pemerintah dalam merekrut talenta digital sebagai abdi negara.
Salah satu kendala utama adalah tingginya besaran gaji untuk talenta digital yang tidak sebanding dengan standar gaji pegawai negeri sipil (PNS). Anas menjelaskan bahwa gaji talenta digital bisa sangat tinggi, mencapai Rp 50 juta hingga Rp 100 juta, jauh di atas gaji pejabat tinggi negara.
Anas juga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia sedang belajar dari beberapa negara yang berhasil menerapkan teknologi pemerintahan (govtech) dalam memperbaiki sistem birokrasi dan pelayanan publik. Negara-negara dengan sistem pemerintahan berbasis teknologi, lanjutnya, biasanya memiliki tingkat kemudahan berusaha yang tinggi, persepsi korupsi yang rendah, serta indeks kebahagiaan yang baik.
Menurut Anas, meskipun biaya untuk merekrut talenta digital cukup tinggi, hal tersebut tetap penting untuk mendukung reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Ia menambahkan, negara-negara yang menerapkan sistem pemerintahan elektronik atau e-government cenderung memiliki kinerja yang baik dalam berbagai aspek.
Selain itu, Anas juga menyinggung mengenai kesempatan rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang tidak dimaksimalkan oleh pemerintah daerah. Presiden Joko Widodo telah memberikan izin untuk membuka 600 ribu formasi CPNS, khususnya bagi lulusan baru. Namun, dari jumlah tersebut, hanya sekitar 250 ribu formasi yang diajukan oleh instansi daerah dan pusat.
Anas menyayangkan hal ini, karena seharusnya kuota tersebut dapat dimanfaatkan untuk merekrut talenta digital yang sangat dibutuhkan di masa depan. Ia mengungkapkan bahwa kurangnya pemanfaatan kuota ini disebabkan oleh ketidaktahuan kepala daerah mengenai kesempatan tersebut, karena informasi dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) tidak tersampaikan dengan baik kepada mereka.
Sebagai hasilnya, banyak pemerintah daerah yang baru menyadari kesempatan rekrutmen ini setelah masa pengajuan formasi sudah berakhir. Anas menggarisbawahi bahwa pentingnya rekrutmen ASN sering kali kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan proyek infrastruktur, padahal ASN adalah mesin penggerak birokrasi.