JAKARTA, Cobisnis.com – Pernyataan resmi PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk (KRYA) terkait deportasi Komisaris Utama, An Shaohong, menuai perhatian publik.
Dilansir dari Keterbukaan Informasi, Senin (8/12/2025) KRYA menyatakan bahwa mereka “tidak mengetahui perkara yang dihadapi Komisaris Utama” serta menegaskan bahwa perusahaan “tidak terlibat dalam kasus hukum apa pun yang menyangkut An Shaohong.”
Namun, pernyataan tersebut justru memunculkan pertanyaan baru terkait bagaimana mekanisme tata kelola dan pengawasan internal dapat berjalan bila perusahaan menyebut tidak mengetahui persoalan hukum yang menimpa figur setingkat Komisaris Utama.
KRYA juga mengumumkan bahwa proses pergantian Komisaris Utama tengah berlangsung sesuai peraturan. Namun perusahaan tidak menjelaskan urgensi, jadwal, maupun kandidat potensial sebagai pengganti, sehingga publik hanya mendapat informasi sebatas kerangka prosedural tanpa substansi.
Direktur Utama KRYA, William Teng, menyampaikan bahwa kondisi operasional stabil dan proses penggantian dilakukan guna memastikan keberlanjutan fungsi pengawasan.
Meski demikian, tanpa penjelasan mengenai bagaimana pengawasan dilakukan selama kekosongan jabatan, pernyataan tersebut tetap menyisakan ruang spekulasi.
Kasus deportasi pejabat tinggi sering kali menjadi sinyal adanya masalah kepatuhan lintas yurisdiksi, baik administratif maupun hukum. Dalam konteks ini, penegasan KRYA bahwa perusahaan sama sekali tidak mengetahui persoalan yang menimpa Komisaris Utama dapat dibaca sebagai kelemahan dalam sistem monitor internal terhadap pejabat strategis.
Walau KRYA menyatakan komitmennya terhadap transparansi dan integritas, publik dan pemegang saham menunggu penjelasan lebih detail. Bagaimana seorang pejabat puncak dapat dideportasi tanpa sepengetahuan perusahaan? Apakah proses uji kelayakan dan kepatutan telah dilakukan secara menyeluruh? Dan apakah ada risiko lanjutan yang mungkin mempengaruhi kepentingan investor?
Hingga kini, perusahaan belum memberikan rincian tambahan. Pemangku kepentingan berharap keterbukaan informasi material yang dijanjikan benar-benar diikuti dengan transparansi yang komprehensif, bukan sekadar pernyataan normatif yang menghindari inti persoalan.













