Cobisnis.com – Anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo mengingatkan dengan kenaikan cukai rokok jangan sampai membuat perekonomian dan mematikan usaha rakyat. Menyusul kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang resmi menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen.
“Mengingatkan semangat untuk menaikan tarif cukai jangan hanya mengejar target peningkatan penerimaan negara dari sektor cukai saja.Tetapi pemerintah harus lebih mementingkan kelangsungan usaha industri rokok skala menengah (UKM),” kata Firman dalam keterangan pers, Kamis (10 Desember 2020).
Mantan ketua Pansus RUU pertembakauan ini mengingatkan, dengan menaikkan cukai rokok jangan sampai tidak sejalan dengan UU Cipta Kerja yang semangatnya untuk meningkatkan UMK sebagai pilar perekonomian dan penyerapan tenaga kerja.
Kemenkeu baru saja mengumumkan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen. Kenaikan ini terdiri dari, industri yang memproduksi sigaret putih mesin (SPM) golongan I 18,4 persen, sigaret putih mesin golongan II A 16,5 persen, sigaret putih mesin IIB 18,1 persen, sigaret kretek mesin (SKM) golongan I 16,9 persen, sigaret kretek mesin II A 13,8 persen, dan sigaret kretek mesin II B 15,4 persen.
“Sementara itu, untuk industri sigaret kretek tangan, tarif cukainya tidak berubah atau dalam hal ini tidak dinaikan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kamis (10 Desember 2020).
Adapun kebijakan mengangguhkan kenaikan produk rokok kretek tangan, menurut Sri Mulyani, disebabkan oleh karakter industri sigaret kretek tangan yang memiliki tenaga kerja terbuka.
Dengan komposisi tersebut, rata-rata kenaikan tarif cukai adalah sebesar 12,5 persen. Kenaikan tarif ini berlaku pada 1 Februari 2021.
“Ini dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang jumlah produksi dari masing-masing jenis dan golongan,” kata Sri Mulyani.
Ada lima aspek yang diperhatikan pemerintah, pengendalian konsumsi, tenaga kerja pada sektor hasil tembakau, petani tembakau, rokok ilegal dan penerimaan.
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa pemerintah tidak melakukan simplifikasi golongan. Strategi yang diterapkan adalah pengecilan celah tarif antara SKM Golongan II A dengan SKM golongan II B. Pemerintah juga mengecilkan celah tarif antara SPM golongan II A dan SPM golongan II B
“Jadi meskipun kami melakukan simplifikasi, kami memberikan sinyal bahwa celah tarif di antara golongan II A dan B untuk SKM dan SPM semakin dikecilkan,” ujar Sri Mulyani.
Besaran harga eceran di pasaran juga disesuaikan dengan kenaikan tarif di masing-masing kelompok.