JAKARTA, Cobisnis.com – Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjen Bun) konsisten dalam mengembangkan komoditas kakao. Hal itu disebabkan tingginya permintaan kakao, baik di dalam ataupun luar negeri.
Ekspor kakao Indonesia menjangkau lima benua yaitu Asia, Amerika, Eropa, Afrika, dan Australia, dengan pangsa utama di Asia. Pada tahun 2019, lima besar negara pengimpor kakao Indonesia adalah Malaysia, Amerika, India, China, dan Belanda. Volume ekspor ke Malaysia mencapai 80,59 ribu ton atau 22,48 persen dari total volume ekspor kakao Indonesia dengan nilai US$ 172,58 juta. Peringkat kedua adalah Amerika Serikat, dengan volume ekspor sebesar 61,77 ribu ton atau 17,23 persen dari total volume kakao Indonesia dengan nilai US$ 285,68 juta.
Peringkat ketiga adalah India, dengan volume ekspor sebesar 28,85 ribu ton atau 8,05 persen dari total volume ekspor kakao Indonesia dengan nilai US$ 82,25 juta. Peringkat keempat adalah China dengan volume ekspor 23,60 ribu ton atau sekitar 6,58 persen dari total volume ekspor kakao Indonesia dengan nilai US$ 84,50 juta. Peringkat kelima adalah Belanda dengan volume ekspor 20,38 ribu ton atau 5,68 persen dari total volume ekspor kakao dengan nilai US$ 106,87 juta.
“Melihat tingginya permintaan kakao, maka kita terus untuk meningkatkan produksi, terlebih tanaman kakao yang ada di dalam negeri yang sebagian besar dimiliki oleh petani. Artinya, dengan meningkatkan produksi maka akan meningkatkan ekonomi petani,” ujar Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjen Perkebunan, Kementan, Heru Tri Widarto dalam siaran tertulisnya baru-baru ini.
Adapun kegiatan kakao untuk tahun 2021 ini, lanjut Heru, terdiri dari peremajaan seluas 2.975 hektar (ha), perluasan tanaman seluas 200 ha, sehingga totalnya mencapai 3.175 ha. “Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, maka akan berdampak kepada peningkatan biji kakao nasional,” katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan pengembangan komoditas utama perkebunan akan dikoordinasikan dalam kerangka program Gerakan Peningkatan Produksi, Nilai Tambah dan Daya Saing Perkebunan (Grasida). Diharapkan, produksi dapat meningkat sebesar 35%, nilai ekspor 300%, penyerapan tenaga kerja perkebunan sebesar 25%, dan terjadi peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) perkebunan 25%.
Program Grasida ditargetkan bisa meningkatkan ekspor tujuh komoditas naik tiga kali lipat. Di antaranya, ekspor komoditas kopi pada 2018 mencapai US$ 818 juta, maka pada tahun 2024 ditargetkan naik menjadi sebesar US$ 3.250. Kakao naik dari 1.246 (2018) menjadi US$ 4.132 pada 2024. Kelapa ditargetkan naik dari US$ 1.268 menjadi US$ 4.319 pada 2024. Jambu mete yang di tahun 2018 sebesar US$ 142, ditargetkan naik menjadi sebesar US$ 438 pda 2014. Untuk lada, pada tahun 2018 sebesar US$ 152, ditargetkan naik menjadi sebesar US$ 177 pada 2014. Lalu pala, yang pada tahun 2018 sebesar US$ 112, ditargetkan naik menjadi sebesar US$ 1.124 di 2014, dan vanili sebesar US$ 90,58 di 2018, ditargetkan naik menjadi sebesar US$ 363 pada 2014.