JAKARTA, Cobisnis.com -Situasi industri tekstil di tanah air masih belum menemukan titik cerah di akhir tahun 2023. Hal ini dikeluhkan banyak produsen tekstil di tanah air.
Ada beberapa penyebab yang diduga menjadi biang keladi. Selain kondisi global memang masih suram, terutama negara-negara yang menjadi tujuan ekspor produk tekstil dalam negeri. Juga bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunga menjadi 5,5%.
Hal lain yang menjadi penyebab adalah karena ekspor tekstil Indonesia masih rendah. Akibatnya, beberapa negara eksportir tekstil akan menjadikan Indonesia sebagai target tujuan ekspor karena kebijakan pemerintah yang kurang melindungi produk lokal, hingga produk China masih membanjiri pasar dalam negeri.
Untuk itu, aturan impor tekstil perlu diperketat untuk memlindungi para pengusaha tekstil di tanah air.
Pada awal Juli 2023 Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, industri tekstil nasional masih menderita jika dibandingkan perkembangannya dengan sektor Industri lain.
Kabar baiknya, industri tekstil, terutama pakaian jadi, ikut melonjak karena permintaan pasar domestik yang meningkat, terutama untuk pakaian sekolah seiring bergantinya tahun ajaran pendidikan.
Para peritel pakaian jadi pun berlomba-lomba untuk menghabiskan stok produknya yang tersisa dari musim Lebaran Idul Fitri lalu menuju libur sekolah.
Sayangnya, industri tekstil masih diliputi oleh ancaman barang impor, sehingga mereduksi efek peningkatan permintaan di dalam negeri.
Adie menyebut, impor pakaian jadi pada Mei 2023 mencapai 133.000 ton atau naik dari realisasi impor bulan sebelumnya sebesar 106.000 ton. Kondisi demikian mengakibatkan sebagian stok pakaian jadi yang dimiliki para produsen tekstil lokal tidak terserap maksimal di pasar.