JAKARTA, Cobisnis.com – Pajak selama ini menjadi tulang punggung penerimaan negara Indonesia. Tanpa pajak, perekonomian nasional akan menghadapi tantangan berat karena lebih dari 70% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersumber dari sektor ini.
Ketiadaan pajak akan membuat pemerintah kehilangan dana untuk membiayai layanan dasar, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur publik. Kondisi ini berpotensi menimbulkan krisis fiskal yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
Proyek pembangunan jalan, jembatan, hingga transportasi massal bisa terhenti karena keterbatasan anggaran. Hal ini akan berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi yang selama ini ditopang investasi pemerintah di sektor infrastruktur.
Dari sisi sosial, masyarakat berpenghasilan rendah akan menjadi pihak paling terdampak. Subsidi energi, pangan, maupun bantuan sosial yang saat ini menopang daya beli akan hilang karena negara tak lagi punya dana.
Sebagai alternatif, pemerintah mungkin akan bergantung penuh pada utang luar negeri. Namun, ketergantungan ini berisiko memperlebar defisit dan menekan kurs rupiah, yang pada akhirnya bisa mendorong inflasi tinggi.
Investor juga akan kehilangan kepercayaan pada kemampuan fiskal Indonesia. Arus modal asing berpotensi keluar dari pasar domestik, memperburuk kondisi pasar keuangan dan memperbesar volatilitas.
Tanpa penerimaan pajak, kesenjangan sosial bisa semakin melebar. Masyarakat kelas menengah ke bawah akan menghadapi beban penuh atas biaya kesehatan, pendidikan, dan transportasi.
Kondisi ini akan menekan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penyumbang terbesar PDB Indonesia, yakni lebih dari 50%. Jika konsumsi melambat, daya saing ekonomi akan ikut tergerus.
Dampak lebih luasnya, peringkat kredit Indonesia di mata lembaga internasional bisa menurun. Hal ini akan memperbesar biaya pinjaman dan menambah tekanan fiskal pemerintah.
Secara global, hilangnya pajak di Indonesia dapat dianggap sebagai sinyal gagal fiskal. Negara akan sulit menjaga kedaulatan ekonomi, sehingga rentan terhadap guncangan eksternal maupun tekanan geopolitik.














