JAKARTA, Cobisnis.com – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyatakan bahwa produksi beras dalam tahun 2024 diperkirakan akan mengalami surplus karena musim panen besar akan dimulai pada bulan Maret-April mendatang. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian, Provinsi Banten diproyeksikan akan menghasilkan sekitar 2261.965 ton gabah kering panen (GKP), dengan surplus sebesar 45.963 ton beras.
Selain itu, pada bulan April juga diantisipasi terjadinya surplus beras dengan hasil panen yang diperkirakan mencapai 325.224 ton gabah kering giling (GKG), setara dengan 205.639 ton beras. Dengan demikian, diperkirakan akan terjadi surplus beras sebanyak 73.994 ton.
Meskipun demikian, pemerintah telah memutuskan untuk membuka kembali rencana impor beras pada tahun 2024 guna memperkuat stok cadangan beras pemerintah (CBP). Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa Indonesia berencana untuk mengimpor 3 juta ton beras, dengan 2 juta ton diambil dari Thailand dan 1 juta ton dari India. Pertanyaannya adalah, mengapa keputusan impor tersebut diambil meskipun terdapat klaim bahwa produksi beras akan mengalami surplus?
Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, menjelaskan bahwa rencana pemerintah untuk mengimpor jutaan ton beras pada tahun 2024 adalah sebagai langkah antisipasi dan belum pasti akan dilaksanakan.
“Ini adalah langkah antisipasi yang belum tentu akan diwujudkan,” ujar Ma’ruf dalam keterangan pers di Semarang, pada Jumat (26/1/2024). Dia menambahkan bahwa keputusan tersebut akan dievaluasi berdasarkan ketersediaan pasokan beras dari dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jika memang diperlukan, langkah tersebut akan diambil.
Pendapat Ma’ruf juga didukung oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas), yang diwakili oleh Arief Prasetyo Adi. Adi menegaskan bahwa rencana impor akan dilakukan dengan hati-hati, dan jika pasokan dalam negeri mencukupi, impor bisa saja dihentikan. Sebaliknya, jika diperlukan, impor akan dilanjutkan.
“Yang penting, keberhasilan panen pada Maret-April mendatang sangatlah penting. Untuk kebaikan negara, luas lahan tanam harus mencapai minimal 1 juta hektar agar panen dapat memenuhi kebutuhan konsumsi beras nasional yang mencapai 2,5 juta ton per bulan,” kata Adi. Dengan demikian, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan ini.
Sementara itu, seorang pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, juga mengingatkan pemerintah akan rencana impor tersebut.
Menurutnya, pemerintah perlu menghitung dengan cermat agar impor beras tidak bersamaan dengan masa panen tahun depan, dan jumlah impor yang dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan yang matang. “Yang terpenting adalah menghitung dengan cermat berapa kuota impor yang dibutuhkan dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan impor tersebut. Jangan sampai impor tersebut justru merugikan karena dilakukan pada saat panen raya,” kata Khudori.