Cobisnis.com – Wakil presiden KH Ma’ruf Amin menyampaikan lima langkah strategis yang dapat dilakukan Indonesia untuk menjadi pusat halal modern dunia. Indonesia, negara berpenduduk 267 juta jiwa dengan jumlah penduduk muslim yang mencapai 87% dari total populasinya, seharusnya merupakan pasar yang sangat menentukan dalam perdagangan produk halal dunia.
Adapun lima langkah strategis yang dapat dilakukan menurut Wapres adalah:
1. Menguatkan industri produk halal melalui pembentukan kawasan-kawasan industri halal maupun zona-zona halal di dalam kawasan industri yang sudah ada, sehingga kapasitas produksi produk halal Indonesia bisa meningkat secara signifikan dan terintegrasi, semakin berkualitas, serta berdaya saing global.
“Kawasan industri halal (KIH) yang tumbuh dan berkembang diharapkan akan menarik perhatian investor global untuk menjadikan Indonesia sebagai global hub produk halal dunia,” kata Wapres di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Sabtu (24/10/2020).
Terkait hal ini, terbitnya regulasi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) no.17 tahun 2020 Tentang Tata Cara Memperoleh Surat Keterangan Dalam Rangka Pembentukan Kawasan Industri Halal, menurut Wapres merupakan langkah awal yang baik untuk berkembangnya kawasan industri halal terpadu di Indonesia. Di mana seluruh layanan yang berhubungan dengan kehalalan produk berada dalam satu atap atau one stop service.
Sampai saat ini sudah ada dua kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan industri halal oleh Kementerian Perindustrian yaitu Modern Cikande Industrial Estate di Serang, Banten dan SAFE n LOCK Halal Industrial Park di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
“Selain dua kawasan industri halal tersebut, saya menerima laporan bahwa sudah ada 6 kawasan lagi yang mengajukan permohonan penetapan kawasan Industri halal,” paparnya.
2. Membangun data perdagangan Industri Produk Halal yang terintegrasi. Melalui penyatuan database dan kodifikasi untuk mensinergikan data sertifikasi produk halal dengan data perdagangan dan ekonomi, diharapkan statistik data perdagangan dan penganggaran APBN untuk pengembangan industri produk halal dapat terlaksana dan termonitor dengan baik.
“Saat ini data-data produksi maupun nilai perdagangan produk halal Indonesia belum terefleksi dengan jelas dalam management information system (MIS) yang terintegrasi,” kata Wapres.
Wapres telah meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk dapat mengkoordinasikan hal ini dengan memaksimalkan peran Kementerian dan Lembaga seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Pusat Statistik, MUI dan BPJPH untuk bekerjasama dalam upaya kodifikasi produk halal Indonesia.
3. Mengimplementasikan program sertifikasi halal produk ekspor secara kuat.
Program sertifikasi halal produk ekspor yang diimplementasikan secara kuat akan menjadikan produk Indonesia diperhitungkan, memiliki daya saing global, membuka akses pasar secara lebih luas, serta menarik permintaan dari negara-negara tujuan ekspor.
Sertifikasi produk halal ekspor diharapkan dapat dimaknai oleh para eksportir sebagai peningkatan nilai tambah dari produk, meningkatkan competitiveness yang berujung kepada meningkatnya nilai ekspor produk halal Indonesia.
“Dan tentunya akan memberikan kontribusi positif terhadap neraca perdagangan Indonesia,” jelas Wapres.
4. Memperkuat sistem ketertelusuran/pelacakan halal (halal traceability). Hal ini harus dimulai dengan membangun traceability dari produk-produk halal Indonesia mulai dari raw material berupa hasil pertanian dan perkebunan, produk hewani/daging, produk perikanan dan sumber daya kelautan, kemudian berlanjut ke produk setengah jadi, sampai dengan produk jadi/akhir yang siap pakai di tingkat konsumen.
“Traceability ini baru dapat terlaksana melalui aksi nyata dengan sinergi dari semua pihak yang terlibat dalam halal supply chain,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menurut Wapres, ketersediaan sistem jaminan produk halal harus meliputi proses produksi, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, baik laut, darat dan udara, dan jaringan pemasaran yang mengikuti standar sistem jaminan halal.
“Peran Kementerian Perdagangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) menjadi kunci keberhasilan terwujudnya traceability ini,” imbuhnya.
5. Melakukan program substitusi impor dan mendorong perkembangan industri bahan substantif material halal pengganti (substitusi material non halal). Hal ini penting dilakukan untuk mengurangi nilai impor atas produk halal dari negara lain.
“Kemandirian atas material halal substitusi sebagai pengganti bahan non-halal tersebut, juga akan mendorong berkembangnya industri UMKM Indonesia yang saat ini merupakan pemasok bahan baku industri,” ujarnya.
Terkait hal ini, Wapres menegaskan perlunya dilakukan upaya untuk meningkatkan kapasitas UMKM agar dapat mendukung Indonesia menjadi produsen halal terbesar di dunia.
“Pelaku usaha syariah skala mikro dan kecil, perlu didorong agar menjadi bagian dari rantai nilai industri halal global (Global Halal Value Chain) untuk memacu pertumbuhan usaha dan peningkatan ketahanan ekonomi umat.”