JAKARTA, Cobisnis.com – Perekonomian Indonesia diperkirakan menghadapi sejumlah risiko serius dalam lima tahun mendatang. Ancaman tersebut datang dari faktor eksternal maupun domestik, mulai dari pelemahan rupiah, ketergantungan komoditas, hingga ketidakpastian politik yang dapat memengaruhi iklim investasi.
Rupiah menjadi salah satu titik rawan utama. Sepanjang 2025, mata uang Garuda sudah melemah sekitar 3% terhadap dolar AS. Jika tren suku bunga global tetap tinggi, aliran modal asing berpotensi keluar, sehingga menekan rupiah dan mendorong inflasi akibat naiknya biaya impor.
Ketergantungan ekonomi terhadap ekspor komoditas juga menambah risiko. Batu bara, CPO, dan nikel masih mendominasi neraca dagang. Namun, transisi energi global dapat memangkas permintaan batu bara, sementara fluktuasi harga komoditas lain bisa langsung mengurangi penerimaan negara.
Produktivitas tenaga kerja yang relatif rendah menjadi tantangan struktural. Bonus demografi diproyeksikan mencapai puncaknya pada 2030, tetapi tanpa peningkatan keterampilan, teknologi, dan industrialisasi, Indonesia bisa terjebak dalam middle income trap sebelum target negara maju 2045 tercapai.
Risiko lain datang dari sisi fiskal. Belanja besar untuk infrastruktur dan program sosial menekan ruang fiskal. Tax ratio Indonesia yang masih sekitar 10–11% dari PDB dianggap terlalu rendah untuk menopang belanja jangka panjang. Jika tidak ditingkatkan, utang negara bisa semakin membebani.
Ketahanan pangan dan energi juga rentan terguncang. Perubahan iklim berpotensi menurunkan produksi pertanian, sementara gejolak harga minyak global dapat menekan APBN akibat lonjakan subsidi energi. Dampaknya, inflasi bisa meningkat dan daya beli masyarakat melemah.
Dinamika politik dalam negeri menambah lapisan risiko. Transisi kepemimpinan serta perubahan regulasi yang tidak konsisten berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Stabilitas regulasi menjadi kunci agar investasi jangka panjang tetap mengalir.
Selain itu, disrupsi teknologi seperti kecerdasan buatan dan otomasi industri dapat memukul sektor tenaga kerja. UMKM yang tidak mampu beradaptasi dengan digitalisasi berisiko tertinggal dalam persaingan global yang semakin ketat.
Meski demikian, peluang tetap terbuka. Peningkatan hilirisasi industri, diversifikasi ekonomi, serta percepatan transformasi digital dapat memperkuat daya tahan. Kesiapan pemerintah dalam mengantisipasi risiko akan menentukan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dengan kombinasi risiko eksternal dan domestik, fokus utama pemerintah dalam lima tahun ke depan adalah menjaga stabilitas rupiah, memperkuat ketahanan fiskal, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dan memastikan transisi menuju ekonomi digital berjalan inklusif.














