Airlangga Hartarto menyatakan bahwa kesepakatan ini menunjukkan komitmen kuat kedua negara untuk bersinergi dalam pengembangan ekonomi biru.
Ia menjelaskan bahwa MoU ini mencakup kerja sama multisektoral, termasuk pemanfaatan energi laut terbarukan yang berkelanjutan, pengelolaan perikanan dan akuakultur, pariwisata maritim, inovasi, dan kolaborasi di bidang industri.
Kerja sama ini mencakup sektor-sektor strategis seperti industri hilirisasi produk kelautan, pengolahan makanan laut, biofarmasi kelautan, pembuatan dan perbaikan kapal, transportasi laut, pembangunan dermaga dan pelabuhan.
Selain itu, kedua negara juga akan memperkuat kolaborasi dalam pariwisata bahari dan layanan rekreasi, serta pengembangan energi bersih dari fotovoltaik, tenaga angin, pasang surut, hingga jaringan transmisi antar pulau.
Menurut Airlangga, kemitraan ini penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan dan China sebagai salah satu negara dengan teknologi kelautan maju. Ia menambahkan bahwa dengan adanya kerja sama ini, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produk dan jasa kelautan, mengingat kekayaan laut yang dimiliki RI sangat berpotensi untuk memajukan ekonomi.
Harapannya, kerja sama ini mampu mendorong kontribusi sektor kelautan dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen pada 2028 dan 2029.
Airlangga juga menjelaskan bahwa sektor kelautan diproyeksikan berperan strategis dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi tersebut, sebagaimana ditetapkan oleh Presiden Prabowo. Kerja sama dengan China ini pun dianggap sebagai langkah awal dalam mengoptimalkan potensi laut Indonesia.
Dalam MoU ini, Indonesia dan China juga bersepakat untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau rendah emisi melalui peningkatan investasi di bidang teknologi hijau dan inovasi teknologi kelautan, serta promosi upaya rendah emisi dan green carbon. Kolaborasi ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, sektor swasta, lembaga penelitian, lembaga keuangan, hingga pelaku bisnis dari kedua negara.