JAKARTA, Cobisnis.com – Minat berinvestasi usia milenial terus berkembang pesat khususnya sejak masa pandemi. Faktor pendukungnya adalah likuiditas yang berlebih karena pembatasan aktivitas konsumtif seperti hangout di kafe ataupun traveling. Dengan dana melimpah dan berbekal nyali khas anak muda, para milenial berani mencoba hal baru, salah satunya investasi.
Bibit-bibit investasi tersebut tentu saja perlu disemai agar terus tumbuh. Anak-anak muda ini butuh vitamin edukasi yang cukup, khususnya untuk memitigasi risiko apa saja yang akan dihadapi nanti. Minimal mereka dapat berinvestasi secara benar dengan memiliki kemampuan kalkulasi risiko yang memadai.
Untuk para investor pemula, sejatinya instrumen investasi reksadana adalah tempat kick-start yang tepat untuk berinvestasi. Terlebih kini dengan beragam fitur keren dalam platform digital, justru semakin memudahkan dan lebih mendisiplinkan nasabah milenial untuk rutin berinvestasi.
Ketua Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII), sekaligus Presiden Direktur Manulife Asset Management (MAMI), Afifa, menjelaskan fenomena pertumbuhan industri reksadana berkat ledakan jumlah investor, terutama generasi milenial.
Menurut dia terdapat dua segmen usia terbesar yaitu kelompok umur 8-23 tahun dan 24-39 tahun. Hal ini juga didukung data Kustodian Sentral Efek Indonesia, yang menunjukkan porsi kelompok usia di bawah 30 tahun terus naik. Ini berarti potensi investor segmen milenial sangat menjanjikan. “Terlebih dengan digitalisasi dan munculnya berbagai marketplace reksadana. Tentu ini menarik milenial untuk mau berinvestasi dengan skema ini” ungkap Afifa beberapa waktu lalu.
Berikutnya Afifa menyampaikan dari kelompok investor di bawah usia 30 tahun juga menguasai 54,9% dari total jumlah investor pada 2020. Kontribusi itu naik dibandingkan 2019 yang menyumbang hanya 44,7%.
Sementara untuk kelompok investor usia 31-40 tahun justru menurun dari 24,4% di 2019 jadi 22,5% di 2020. Berikutnya untuk usia 41-50 tahun turun dari 16,4% jadi 11,9%, serta usia 51-60 tahun menyusut dari 9,6% jadi tinggal 6,5%.
Data KSEI menunjukkan sepanjang tahun lalu, jumlah investor tercatat naik 79,66% menjadi 3,18 juta. Tren tersebut masih terus berlanjut di tahun ini. Sepanjang kuartal pertama 2021, investor reksadana mengalami kenaikan hingga 31,13% menjadi 4,17 juta.
CEO PT Bibit Tumbuh Bersama (Bibit) Sigit Kouwagam menilai pertumbuhan jumlah investor dari kalangan milenial selama pandemi sungguh fantastis. “Hingga akhir 2020, kami memiliki 1 juta pengguna aplikasi di bawah usia 35 tahun. Jumlah ini melonjak 370% sepanjang periode tahun lalu,” katanya.
Dan yang paling menggembirakan, dari awalnya hanya sekedar coba coba, para investor dari kalangan usia di bawah 30 tahun ini mulai menjadikan investasi di reksadana sebagai suatu kebiasaan baru. “Mereka bukan hanya asal rutin menabung reksadana setiap bulan, tapi juga memiliki target investasi yang jelas dan spesifik. Ini budaya baru yang harus terus dijaga api semangatnya dengan lebih sering memberikan edukasi,” kata Sigit.
Sigit bercerita, investor milenial pengguna Bibit semakin terbiasa meracik portofolio reksadana berdasarkan tujuan penggunaannya. Ada yang memberi nama tabungan reksadana untuk biaya nikah, beli rumah, ibadah haji dan bahkan tabungan reksadana untuk pensiun dini di usia muda. Dari tujuan investasi yang berbeda beda ini, mereka lalu mengoleksi aset reksadana yang relevan.
Misalnya mereka beli produk reksadana pasar uang untuk target jangka pendek dan memperbanyak reksadana saham untuk mewujudkan mimpi jangka panjang. “Intinya, anak milenial pengguna Bibit bisa berinvestasi secara benar. Mereka memahami risiko ketika menetapkan return investasi yang ingin dicapai. Mereka juga disiplin diversifikasi aset untuk hasil investasi yang optimal,” kata SiIgit.
Kemampuan tersebut terwujud berkat konsistensi Bibit dalam mengedukasi pengguna, bahkan sejak awal mendaftar jadi nasabah. “Kami menggunakan fitur Robo Advisor untuk memandu pengguna dalam mengenali profil risiko serta menetapkan tujuan investasinya. Kami juga mengedukasi pengguna untuk konsisten investasi dan diversifikasi aset untuk hasil yang lebih optimal,” kata Sigit.
Bibit adalah agen penjual reksadana online yang sedang naik daun dan menarik perhatian investor. Sepanjang tahun 2021, Bibit telah menerima suntikan modal lebih dari Rp1 triliun dari Sequoia Capital, Tencent, Prosus Ventures, Harvard Management Company, AC Ventures dan East Ventures.
Nama Bibit melejit sebagai market leader penjual reksadana digital berkat kemampuannya dalam menggarap pasar milenial. Bibit menarik perhatian milenial karena proses registrasinya mudah dengan menggunakan e-kyc, dan memampukan siapapun untuk membeli reksadana mulai dari Rp10.000. Selain itu, aplikasinya juga user friendly dan proses top up dananya simple.
Salah satu milenial yang sedang merintis karir sebagai Staff Digital Banking Bank UOB Indonesia, Bintang Maulana Rafel, mengaku dirinya langsung memilih aplikasi reksadana Bibit sejak pertama dia mulai berinvestasi.
“Sejujurnya kalau langsung punya rekening saham belum berani karena mau yang efektif aja. Terus cari platform yang efektif dan gampang dipahami aja. Ada banyak platform reksadana seperti di Bukalapak, OVO, invest, dll. Tapi waktu itu coba Bibit dan langsung jatuh hati,” kata Rafel yang merupakan lulusan FIB UI tahun 2019 lalu.
Dia bercerita baru mulai berinvestasi sejak bekerja di bank dan berpenghasilan. Menurutnya dengan berinvestasi membantu menahan keinginan jajan dan sebagainya. “Akhirnya mulai coba pelajari cara operasionalnya. Alhamdulillah tiap bulan di top up lagi. Karena dengan aplikasi Bibit bisa di setting autodebet untuk top up tiap bulannya,” jelasnya mantap.
Ketika ditanya alasan masih setia rutin berinvestasi di aplikasi Bibit, dia mantap mengatakan kuncinya harus punya tujuan yang ingin dicapai dalam berinvestasi. “Masih terus rutin menyisihkan untuk investasi karena ada goals nya. Jadi saya memang benar-benar menahan diri biar tidak withdraw atau menarik dana,” tambahnya.
Sementara itu generasi muda yang merupakan CTO dari perusahaan startup Carikamar, Alvine Yoga Pratama, mengakui instrumen reksadana cocok buat pemula yang awam soal investasi saham. Belajar reksa dana menurutnya penting dan dapat menjadi investasi jangka panjang. “Pertama coba reksa dana di Bank Mandiri Syariah. Profitnya tidak besar tapi risikonya juga rendah. Itu keuntungan menggunakan aplikasi syariah. Kalau profit besar ya risikonya besar juga,” ujar Alvine.
Fitur aplikasi reksa dana yang menarik untuknya adalah akses membaca grafik dan laporan persentase pertumbuhan saham dalam portofolionya. Walaupun belum rutin menyisihkan dana untuk topup setiap bulan tapi dia mengupayakan disiplin menyisihkan dana sekitar Rp 300 ribu untuk berinvestasi reksa dana. “Sekarang juga sudah banyak pilihan fintech berinvestasi yang lebih gampang bahkan kasih bonus untuk menarik pengguna,” lanjutnya.
Praktisi Financial Planner Eko Endarto selalu mengingatkan para milenial yang berpenghasilan rutin, akan lebih bagus bila menerapkan model berinvestasi dengan nabung cicil tiap bulan. Nanti tinggal dilihat NAB setelah setahun berapa kenaikannya. “Karena dengan nabung cicil, risiko menjadi terukur. Terutama bagi yang ada penghasilan rutin. Sisihkan saja dari penghasilan minimal 10% dari penghasilan,” ujar Eko.
Saran lainnya juga datang dari praktisi Financial Planner Tejasari Asad yang menyebutkan beberapa tips dalam berinvestasi reksa dana. Apa saja itu;
1. Mengerti jenis jenis produk reksa dana. Karena standarnya ada 4 jenis, jadi harus tahu masing masing resikonya.
2. Mengenali profil risiko harus disesuaikan dengan jenis reksa dananya. Bila profilnya konservatif tentu risikonya akan berbeda dengan yang memilih profil agresif.
3. Harus tahu tujuan investasi reksa dana ini untuk jangka waktu pendek atau menengah. Ini juga jadi penentu memilih jenis reksa dana yang akan dibeli. Contohnya bila untuk jangka pendek, disarankan memilih reksa dana pasar uang. Sedangkan jangka panjang reksa dana saham.
4. Harus mengerti cara memilih manajer investasi yang tepat. Contohnya di fintech ada macam macam Manajer Investasi, jadi kita bisa melakukan diversifikasi dan tersedia banyak pilihan.
5. Mempelajari bagaimana cara melakukan pembelian, switching, dan penjualan reksa dana.
6. Jangan lupa mendiversifikasi berupa pemilihan beberapa reksa dana.