NUSA DUA, Cobisnis.com – Pasar minyak nabati global kembali bergejolak dalam beberapa minggu terakhir. Abdul Rasheed Jan Mohammad, CEO Westbury Group, mengungkapkan bahwa lonjakan produksi tak terduga di Malaysia dan Indonesia, ditambah ketidakpastian kebijakan biodiesel Indonesia, menjadi pemicu utama tekanan harga di pasar internasional.
Menurutnya, rencana Indonesia menaikkan rasio pencampuran biodiesel dari B40 ke B50 masih menuai perdebatan.
“Keputusan final B50 sangat dinantikan, terutama karena dapat mempengaruhi harga minyak sawit lokal menjelang Ramadan,” ujarnya di gelaran IPOC 2025 yang diselenggarakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Jumat (14/11/2025).
Perubahan kebijakan ini juga memunculkan kembali diskusi terkait kebutuhan DMO dan prioritas penggunaan sawit untuk pangan atau energi di tengah harga minyak mentah dunia yang masih lemah.
Kondisi pasar global kian rumit dengan perang tarif yang terus berlangsung, sementara Amerika Serikat melalui The Fed baru saja memangkas suku bunga ke kisaran 3,75–4,00 persen, yang dinilai dapat mengubah arah pergerakan pasar komoditas dunia.
Di sisi lain, Pakistan—salah satu importir minyak nabati terbesar—terus meningkatkan pembelian dari pasar global. Setelah resmi menyetujui impor kedelai GMO, negara tersebut kini juga membuka pintu bagi biji kanola GMO dari Kanada. Kondisi nilai tukar Rupee yang stabil dan mulai pulih turut mendukung kebijakan impor ini.
Konsumsi minyak per kapita Pakistan tercatat mencapai 18 kilogram per orang, dengan total kebutuhan nasional sekitar 4,5 juta ton per tahun. Namun, produksi domestik hanya mampu memenuhi 0,5 juta ton, memaksa negara tersebut bergantung pada impor minyak jadi dan oilseed.
Impor minyak nabati Pakistan menunjukkan tren meningkat. Pada 2024, total impor tercatat 3,01 juta metrik ton. Namun hanya dalam periode Januari–Oktober 2025, jumlahnya sudah mencapai 3,07 juta metrik ton. Sebagian besar impor berasal dari Indonesia dan Malaysia.
Indonesia masih menjadi pemasok utama dengan kontribusi 87 persen sepanjang Januari–Oktober 2025, sedikit menurun dari periode sebelumnya yang stabil di kisaran 90 persen. Sementara Malaysia meningkatkan pangsanya menjadi 13 persen.
Meski demikian, impor CPO dari Indonesia justru sangat terbatas karena Pakistan lebih banyak mendatangkan olein dan RBDPO, padahal industri lokal membutuhkan pasokan CPO dalam jumlah besar.
Di tengah tekanan harga akibat peningkatan produksi Indonesia, pasar global kini menunggu keputusan final terkait implementasi B50. Jika diterapkan di tengah permintaan yang biasanya meningkat menjelang musim perayaan, kebijakan ini berpotensi mengubah dinamika suplai dan harga minyak sawit internasional.
“Pasar baru saja mengalami koreksi tajam sebulan terakhir. Banyak pihak berharap harga bisa pulih, tapi ketidakpastian kebijakan membuat sentimen tetap rapuh,” ujar Abdul Rasheed.
Ketidakpastian ini diperkirakan masih akan mewarnai pasar dalam beberapa pekan ke depan, sementara negara-negara pengimpor besar seperti Pakistan terus memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam permintaan minyak nabati dunia.














