Cobisnis.com – Dalam penelitian yang dilakukan oleh GBG (AIM: GBG), perusahaan teknologi global dalam Manajemen Fraud dan Compliance, Verifikasi Identitas, dan Intelijen Data berbasis lokasi, dengan judul “Future-proofing Fraud Prevention in Digital Channels: an Indonesian FI Study”, ditemukan bahwa tingkat fraud atau kejahatan penipuan di Indonesia tidak menunjukkan adanya penurunan. Bahkan, tipe kejahatan dengan model money mule diprediksi akan meningkat drastis di tahun 2020-21 yang berdampak pada konsumen sektor perbankan dan finansial.
GBG berkolaborasi dengan The Asian Banker untuk mengadakan survei di lebih dari 300 institusi finansial di 6 negara wilayah Asia Pasifik, seperti Australia, China, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Indonesia untuk menganalisis dampak penipuan pada institusi finansial dan teknologi yang akan digunakan untuk mengurangi ancaman penipuan saat ini dan cara mereka dalam mengatasi pola atau jenis penipuan baru.
Institusi finansial di Indonesia tengah memerangi penipuan dan serangan siber yang semakin rumit dan berkembang pesat, bersamaan dengan meningkatnya penggunaan internet. Konektivitas internet di Indonesia berlipat ganda seiring dengan adanya pandemi Covid-19 dan implementasi PSBB yang mendorong konsumen institusi finansial untuk menggunakan aplikasi seluler dan situs online untuk mengakses produk dan layanan keuangan. Salah satu contoh terbesar adalah layanan pinjaman online (pinjol) yang kini menjadi prioritas teratas bagi 43% institusi finansial di Indonesia untuk tahun 2020-21 dalam menyediakan akses cepat ke pinjaman apabila PSBB diperpanjang. Hal ini terbukti dengan terakselerasinya produk pinjaman online di Indonesia yang melampaui negara-negara lain di Asia Pasifik tahun ini.
Tantangan dan Solusi untuk Mengatasi Fraud atau Kejahatan Siber untuk Institusi Finansial di Indonesia
Apakah anda pernah mendapatkan SMS yang mengiming-imingkan upah jika Anda mau membuka rekening bank untuk membantu mengelola transaksi pihak lain? Jika iya, berarti Anda telah menemukan jenis penipuan umum yang memadukan scam dengan first party fraud sehingga menjadikannya sulit untuk dideteksi, namanya adalah money mule.
Seringkali melibatkan rekayasa atau social engineering dan skema first party fraud, penipu memperoleh uang dari korban dengan meminta korban untuk membuka rekening bank dan mengelola transaksi. Money mule dinilai sebagai tipe fraud terbesar kedua yang memiliki dampak signifikan kepada institusi finansial di Indonesia tahun 2019. Institusi finansial di Indonesia harus mewaspadai tipe penipuan ini karena diprediksi akan meroket hingga 68% pada 2020-21.
GBG juga menemukan bahwa Pemalsuan Identitas (55%) dan Pencurian Identitas (53%) masuk bersama-sama dengan money mule dalam jenis fraud dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di Indonesia tahun ini. Melihat hal ini, institusi finansial di Indonesia disarankan untuk lebih menjaga keamanan digital nasabahnya.
“Kebutuhan untuk segera melakukan transisi dan mendukung adopsi layanan keuangan digital merupakan tantangan terbesar bagi institusi finansial di Indonesia. Orang Indonesia pada umumnya sangat terbiasa bertatap muka secara langsung; Melalui penelitian tersebut, Unbanked, atau segmen yang secara historis tidak menggunakan atau tersentuh layanan perbankan, juga memproyeksikan tingkat pertumbuhan terbesar sebagai fokus segmen pelanggan baru oleh institusi finansial lokal. Hal Ini bukan hanya tentang membuat konsumen beralih menuju adopsi digital, tetapi juga upaya organisasi agar memiliki sarana yang mampu secara inovatif memadukan penilaian risiko kredit seluler dengan teknologi penipuan dan menjembatani kurangnya data. Tujuan kami adalah menciptakan keseimbangan untuk meniadakan maraknya pola penipuan digital dan menciptakan lingkungan perbankan digital yang aman bagi masyarakat Indonesia,” ujar June Lee, APAC Managing Director GBG.
Pada saat ini, institusi finansial di Indonesia diperkirakan akan menganggarkan biaya sebesar 88.9 juta dolar untuk berinvestasi pada teknologi pencegahan fraud baru di 2020. Hal ini membuat Indonesia sebagai negara ketiga dengan budget tertinggi untuk mencegah fraud di Asia Pasifik, setelah Thailand dan China.
GBG memberikan Digital Risk Management dan Intelligence Platform untuk mencakup seluruh proses digital onboarding dan memonitor perjalanan transaksi pengguna. Platform ini menawarkan pilihan untuk menambah modul GBG Machine Learning untuk mengurangi false positive dan modul orkestrasi lainnya untuk meningkatkan deteksi fraud dengan deretan solusi dari GBG untuk membantu institusi finansial dan pemerintah dalam memerangi fraud dan kejahatan siber finansial. Teknologi digital end to end dan compliance memudahkan perbankan dan institusi finansial lainnya untuk memaksimalkan keakuratan deteksi penipuan hingga 30%, sehingga pengalaman pelanggan hingga upaya perlindungan di Indonesia dapat ditingkatkan.
Untuk bisa mengetahui lebih lanjut tentang riset hasil GBG mengenai “Future-proofing Fraud Prevention for Digital Channels: APAC FI Study”, silahkan bergabung di webinar tanggal 21 Oktober 2020 yang akan dihadiri oleh Mox Bank Chief Risk Officer, Sanjay Nandrajog sebagai Co-Spokesperson dan membahas tentang bagaimana lembaga keuangan online menyeimbangkan antara model bisnis digital dan perlindungan terhadap kejahatan keuangan digital yang bervariasi.