JAKARTA, Cobisnis.com – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) melaporkan bahwa ekspor produk minyak kelapa sawit, termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO), mengalami penurunan sebesar 2,38% dari 33,15 juta ton pada tahun 2022 menjadi 32,21 juta ton pada tahun 2023.
Eddy Martono, Ketua Umum Gapki, menjelaskan bahwa kinerja ekspor kelapa sawit Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi negara-negara pembeli dan harga minyak nabati. Dia memproyeksikan bahwa volume ekspor tahun ini kemungkinan akan sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kemungkinan masih akan berada di atas 30 juta ton, tidak akan turun terlalu signifikan. Jika pun ada penurunan, akan sedikit di bawah volume ekspor pada tahun 2023,” ungkap Eddy dalam konferensi pers pada hari Selasa (27/2).
Menurut catatan Gapki, China menjadi tujuan ekspor terbesar bagi produk minyak kelapa sawit Indonesia pada tahun 2023, dengan permintaan mencapai 7,7 juta ton.
“China merupakan pembeli terbesar minyak kelapa sawit Indonesia saat ini. Kami berharap dapat mempertahankan angka 7,7 juta ton dan bahkan mencapai angka seperti tahun 2019 (8 juta ton),” tambahnya.
Setelah China, India menjadi negara pembeli kedua dengan volume ekspor sebesar 5,9 juta ton, diikuti oleh Afrika 4,2 juta ton, Uni Eropa 3,7 juta ton, Amerika Serikat 2,5 juta ton, Pakistan 2,5 juta ton, Bangladesh 1,3 juta ton, Malaysia 1,3 juta ton, Rusia 604.000 ton, dan Singapura 157.000 ton.
Perlu dicatat bahwa pada tahun 2022, China juga menduduki peringkat pertama sebagai konsumen minyak kelapa sawit Indonesia dengan volume sebesar 6,2 juta ton.
Eddy juga menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi dalam ekspor kelapa sawit Indonesia tahun ini. Di tingkat global, ketidakpastian masih memengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di negara-negara maju.
“Amerika Serikat masih mengalami inflasi yang melebihi target. China, sebagai konsumen terbesar, juga masih berjuang dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19. Begitu juga dengan Eropa, di mana kondisi ekonominya melemah dengan meningkatnya defisit fiskal dan inflasi yang tetap tinggi,” katanya.