JAKARTA, Cobisnis.com – Setiap tahun, biaya kesehatan di Indonesia mengalami kenaikan. Hal ini terlihat dalam klaim asuransi kesehatan yang dibayarkan perusahaan asuransi setiap tahunnya.
Tingginya klaim asauransi ini salah satunya disebabkan oleh over utilisasi biaya medis dari rumah sakit. Ketua Bidang Operational of Excellent, IT & Digital (Customer Centricity) AAJI, Edy Tuhirman mengatakan,
“Tidak dapat dipungkiri bahwa over utiliasisi bisa saja terjadi, sudah jadi rahasia umum jika treatment dan pengobatan RS kepada pasien dengan pengguna asuransi sering kali berbeda dengan yang tidak menggunakan asuransi. Sehingga harga dari pengobatan bisa meningkat drastis.”
Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) , tren klaim asuransi kesehatan terus mengalami peningkatan, di kuartal I 2024 klaim asuransi kesehatan meningkat 29,4% menjadi Rp 5,96 trilun.
Jika dilihat lebih detail, klaim kesehatan perorangan menjadi salah satu komponen yang peningkatannya sangat tinggi, di mana secara year on year naik 34%. atau secara nilai tercatat sebesar Rp 3,89 triliun. Sementara untuk klaim kesehatan kumpulan peningkatannya juga tercatat signifikan yaitu 21,9% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023 menjadi Rp.2,07 triliun.
Over utilisasi biaya medis merupakan penggunaan layanan kesehatan secara berlebihan atau tidak perlu. Salah satu contohnya termasuk kondisi rawat inap tanpa indikasi yang jelas dan penggunaan teknologi medis mahal tanpa justifikasi medis yang memadai. Konsekuensi dari over utilisasi ini biaya medis sangat merugikan.
Tambahan biaya dari pihak rumah sakit juga berdampak pada pembengkakan klaim produk asuransi kesehatan. Rumah sakit disebut melakukan over utilisasi pada saat pemberian layanan kesehatan, baik dari sisi pemberian layanan medis, maupun dari aspek pemberian obat-obatan.
Chief of Operation, AIA, Benny Iskandar, menyatakan, “AIA berkomitmen untuk membantu nasabah memaksimalkan nilai kualitas perawatan dan biaya medis dengan menerima perawatan yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dengan biaya yang sesuai. Kami memperkenalkan langkah-langkah baru untuk mengatasi kondisi biaya medis yang meningkat.”
AIA memperkenalkan berbagai upaya dalam merespon hal ini. Antara lain, melakukan monitor ketat termasuk mengambil tindakan tegas untuk memastikan biaya perawatan medis yang ditetapkan Rumah Sakit sesuai dengan kebutuhan pasien juga melakukan pengetatan prosedur batasan klaim terhadap beberapa kondisi medis.
Dalam menghadapi fenomena ini, industri asuransi mendapat dukungan penuh dari pihak regulator. Diketahui bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penandatanganan MoU dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam rangka penguatan industri asuransi kesehatan di Indonesia.
“Adapun hal ini dilakukan untuk meningkatkan koordinasi dalam kegiatan pengawasan pelayanan kesehatan yang terkait dalam perusahaan asuransi, peningkatan literasi dan inklusi keuangan serta banyak dukungan lainnya yang diyakini akan berdampak baik terhadap industri asuransi jiwa,” ungkap Edy.
Bagi Perusahaan asuransi, over utilitasi ini menyebabkan meningkatnya biaya klaim, yang berujung pada naiknya premi asuransi. Selain itu, beban finansial yang berlebihan menguras sumber daya layanan kesehatan, mengurangi efisiensi, dan menurunkan kualitas pelayanan.
“Peningkatan klaim asuransi kesehatan yang terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan rasio antara pendapatan premi dan klaim menjadi terus meningkat. Dalam hal ini untuk menjaga stabilitas perusahaan, maka wajib dilakukan evaluasi produk dan dapat berpotensi meningkatkan nilai premi pada produk asuransi kesehatan,” tambah Edy.
Edy menambahkan, sebagaimana kita ketahui bahwa asuransi kesehatan merupakan produk perlindungan dasar yang banyak dimiliki oleh masyarakat, apabila preminya semakin tinggi maka ada potensi daya beli masyarakat akan semakin menurun.
Bagi pasien, over utilisasi dapat menambah beban biaya yang tidak perlu dan risiko medis, seperti infeksi nosokomial akibat rawat inap yang tidak diperlukan.
Oleh karena itu, penting untuk mengenal kondisi medis yang memerlukan perawatan rawat inap, seperti serangan jantung atau stroke. Sebaliknya, banyak kondisi kronis atau minor yang seharusnya ditangani dengan rawat jalan.
Perbedaan perawatan antara pasien asuransi dan non-asuransi juga signifikan. Pasien asuransi lebih rentan terhadap over utilisasi karena penyedia layanan mungkin memaksimalkan penggunaan layanan yang ditanggung asuransi. Sedangkan, pasien tanpa asuransi mungkin menunda perawatan karena biaya, yang dapat memperburuk kondisi mereka.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada edukasi bagi pasien mengenai pentingnya perawatan yang tepat, serta pengawasan ketat terhadap praktik penyedia layanan kesehatan. Kolaborasi antara pemerintah, penyedia layanan, dan perusahaan asuransi juga penting.
Kebijakan yang mendorong penggunaan protokol perawatan berbasis bukti dan sistem pembayaran berbasis nilai dapat membantu mengurangi over utilisasi, memastikan perawatan yang efisien dan tepat bagi semua pasien di Indonesia.
Penggunaan teknologi informasi juga dapat berperan penting dalam mengatasi over utilisasi biaya medis. Sistem rekam medis elektronik yang terintegrasi bisa membantu dalam menganalisis data penggunaan layanan kesehatan, mengidentifikasi pola over utilisasi, dan memberikan umpan balik kepada penyedia layanan kesehatan untuk meningkatkan praktik klinis mereka.
Model pembayaran berbasis nilai, di mana penyedia layanan dibayar berdasarkan kualitas dan hasil perawatan, bukan jumlah layanan yang diberikan, dapat mengurangi insentif untuk over utilisasi. Pendekatan ini menempatkan fokus pada hasil kesehatan pasien, memastikan bahwa mereka mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan medis mereka.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat mengurangi over utilisasi biaya medis, mengurangi beban finansial pada sistem kesehatan, dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Upaya bersama dari pemerintah, penyedia layanan kesehatan, perusahaan asuransi, dan pasien sendiri sangat penting untuk mencapai sistem kesehatan yang lebih efisien dan adil.
Dalam jangka panjang, langkah-langkah ini tidak hanya akan menghemat biaya tetapi juga akan meningkatkan keselamatan dan kepuasan pasien. Masyarakat yang lebih teredukasi mengenai pentingnya perawatan yang tepat dan sistem yang lebih transparan akan menjadi fondasi bagi perbaikan layanan kesehatan di Indonesia. Dengan demikian, sistem kesehatan Indonesia bisa menjadi lebih berkelanjutan dan mampu memberikan perawatan yang berkualitas tinggi bagi semua warganya.