JAKARTA,Cobisnis.com – Otoritas moneter Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa setelah membaik di periode 2022, pertumbuhan ekonomi global pada 2023 diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan proyeksi tersebut bahkan berpotensi disertai risiko resesi di beberapa negara.
“Revisi ke bawah pertumbuhan ekonomi terjadi di sejumlah negara maju terutama Amerika Serikat (AS) dan Eropa, dan juga di Tiongkok,” ujarnya ketika menggelar jumpa pers pada Kamis, 20 Oktober.
Menurut Perry, perlambatan ekonomi global dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif.
“Pertumbuhan ekonomi global melambat disertai dengan tekanan inflasi yang tinggi dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global,” imbuhnya.
Perry menambahkan, dampak rambatan dari fragmentasi ekonomi global diperkirakan juga akan menyebabkan perlambatan ekonomi di emerging markets.
“Ini juga yang menyebabkan berlanjutnya gangguan rantai pasokan,” tutur dia.
Untuk diketahui, wilayah Amerika Serikat, Eropa dan China merupakan beberapa destinasi utama pemasaran produk Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa tanda-tanda penurunan ekspor sudah terjadi pada September lalu dengan realisasi 24,8 miliar dolar AS. Angka tersebut anjlok 10,9 persen jika dibandingkan dengan bukuan Agustus yang bernilai 27,8 miliar dolar AS.
Adapun, Amerika Serikat menjadi salah satu negara tujuan ekspor yang mengalami penurunan terbesar dengan minus 472,3 juta dolar di September berbanding Agustus.
Meski demikian, kinerja neraca perdagangan RI hingga bulan lalu masih mencatatkan hasil positif dengan surplus 4,99 miliar dolar AS. Torehan itu memperpanjang capaian surplus yang sudah terjadi sejak Mei 2020.