Cobisnis.com – Head of Research Data Indonesia, Herry Gunawan menyindir keras wacana pemerintah untuk membentuk dewan moneter. Menurutnya bila pemerintah ingin menyatukan fungsi moneter BI di bawah Menteri Keuangan, maka juga harus diikuti penyatuan DPR di bawah Presiden. “Seharusnya DPR digabungkan menjadi bagian pemerintahan. Karena fungsi legislatif sudah dikangkangi dengan adanya Perppu penanganan covid19. Lalu sekarang BI juga akan digabungkan menjadi Dewan Moneter,” ujar Herry hari ini dalam webinar “Pembentukan Dewan Moneter: Skenario Merancang BI menjadi Kasir Pemerintah & Penalang Bank Bermasalah?” di Jakarta.
Dia juga mengatakan bila BI di bawah Menkeu nanti akan berujung pada intervensi dari DPR. Karena saat ini BI memiliki independensi tanpa intervensi dari pemerintah ataupun DPR. Namun bila dipimpin oleh Menkeu tidak ada lagi jaminan keputusan BI akan steril dari pengaruh partai politik. “Dalam praktik internasional sudah teruji independensi BI adalah yang terbaik. Kekuasaan harus dibagi seperti prinsip trias politica. Namun sekarang pemerintah mulai berlebihan,” ujarnya.
Pekan lalu santer isu pembentukan Dewan Moneter yang diketuai Menteri Keuangan. Rencana pembentukan ini diketahui berasal dari bahan paparan matriks persandingan oleh Tim Ahli Badan Legislasi DPR dalam rangka revisi Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI).
Melalui ketentuan tersebut, independensi BI yang sebelumnya dijamin oleh UU BI bisa hilang. Pasalnya, pemerintah melalui Menteri Keuangan sebagai Ketua Dewan Moneter akan semakin leluasa mengoordinasikan dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan dengan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Selain itu, dewan ini menjadi pihak yang berhak untuk menetapkan kebijakan moneter.
Bertambahnya kuasa pemerintah terhadap BI tak hanya berhenti di Dewan Moneter saja. Beberapa contoh lainnya meliputi pemberian hak suara bagi pemerintah dalam Rapat Dewan Gubernur BI dan bertambahnya kuasa presiden dalam membentuk Dewan Gubernur BI.
Tidak hanya itu, melalui RUU ini, BI juga difungsikan sebagai jaring pengaman bagi situasi keuangan pemerintah. Hal ini terlihat dari pasal yang membolehkan BI untuk memberi kredit pada pemerintah dan semakin bebasnya BI untuk membeli surat-surat utang pemerintah.
Pertanyaannya, apakah benar RUU BI ini demi keselamatan Bangsa Indonesia seutuhnya ataukah hanya untuk memenuhi nafsu kemaruk kuasa segelintir pejabat?
Ekonom senior INDEF Enny Sri Hartati juga mengatakan revisi RUU BI dibutuhkan untuk hal-hal selain merusak independensi BI. Salah satu yang didorong dalam revisi UU BI adalah mandatori peran BI untuk menciptakan lapangan kerja seperti yang diperankan oleh The Fed di AS. “Revisi UU BI dibutuhkan untuk fungsinya seperti akuntabilitas atau integritas. Tapi bukan mengamputasi independensi BI. Kita harus menambah peran BI untuk menciptakan lapangan kerja sehingga kebijakannya lebih kuat di sektor riil,” ujar Enny dalam kesempatan sama.