JAKARTA, Cobisnis.com – Kementerian Keuangan melaporkan defisit anggaran negara hingga Agustus 2025 mencapai Rp321,6 triliun. Angka tersebut setara dengan 1,35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Defisit terjadi karena penerimaan negara menurun, sementara belanja pemerintah terus meningkat. Penurunan pendapatan tercatat sebesar 7,8 persen secara tahunan, sedangkan belanja tumbuh 1,5 persen pada periode yang sama.
Pemerintah menyatakan pelemahan penerimaan dipengaruhi faktor global, seperti perlambatan harga komoditas dan penurunan ekspor. Kondisi ini membuat setoran pajak dari sektor utama ikut menurun.
Di sisi lain, belanja negara tetap berjalan, terutama untuk mendukung program prioritas. Kebutuhan subsidi energi, bantuan sosial, dan pembangunan infrastruktur menjadi komponen yang menekan sisi pengeluaran.
Meski defisit meningkat, level 1,35 persen PDB masih dalam batas aman. Regulasi APBN menetapkan defisit maksimal 3 persen PDB, sehingga ruang fiskal masih cukup tersedia.
Namun, sejumlah analis mengingatkan potensi pelebaran defisit di akhir tahun. Jika penerimaan negara terus melemah, pemerintah akan mengandalkan pembiayaan utang yang lebih besar untuk menutup kekurangan.
Pemerintah diimbau mempercepat realisasi belanja agar dampak fiskal terhadap ekonomi lebih terasa. Belanja pemerintah menjadi salah satu penggerak utama pertumbuhan, khususnya ketika konsumsi swasta melambat.
Percepatan belanja juga penting menjaga momentum investasi dan daya beli masyarakat. Dengan porsi APBN yang besar terhadap PDB, peran belanja negara sangat krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Kementerian Keuangan menegaskan akan terus memantau dinamika penerimaan serta memastikan kualitas belanja. Pemerintah berkomitmen agar target fiskal tetap terjaga meski ada tekanan global.
Dengan kondisi ini, koordinasi antara fiskal dan moneter menjadi semakin penting. Pemerintah bersama Bank Indonesia diharapkan menjaga stabilitas rupiah, inflasi, serta likuiditas untuk mendukung pembiayaan anggaran.














