JAKARTA, Cobisnis.com – Konflik yang sedang berlangsung di Laut Merah saat ini memberikan dampak signifikan pada tarif logistik pengiriman kapal, berimbas pada kinerja ekspor dan impor beberapa industri di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Mahendra Rianto, menyatakan bahwa perusahaan pelayaran, atau shipping line, mengubah rute pelayaran mereka menjadi lebih jauh untuk menghindari konflik di daerah tersebut. Perubahan ini menyebabkan kenaikan biaya logistik atau freight cost sebesar 40%-50%, bahkan bisa mencapai 100% saat kondisi sibuk.
Beberapa perusahaan pelayaran kini memilih melewati Afrika Selatan, menambah jarak tempuh dan meningkatkan biaya transportasi. Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), Carmelita Hartoto, menambahkan bahwa konflik ini meningkatkan ketidakpastian di tahun 2024, memengaruhi waktu pengiriman barang dari Asia ke Eropa, biaya operasional, dan asuransi kapal.
Dampaknya terasa pada kenaikan tarif logistik, yang pada gilirannya mempengaruhi pelaku industri. Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Soetrisno, menyatakan bahwa kenaikan biaya angkut logistik akan meningkatkan harga jual ke konsumen, tergantung pada kesepakatan antara produsen dan pembeli. Perubahan rute kapal juga memperpanjang waktu pengiriman, menambah ongkos kirim sekitar 15%.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyoroti bahwa konflik ini menambah tantangan ekspor di industri manufaktur dan tekstil. Daya saing produk ekspor Indonesia menjadi berkurang, dan adanya tambahan biaya pengiriman membuat harga internasional meningkat.
Meskipun biaya ongkos pengiriman di industri tekstil pada hari Jumat (26/1) sudah naik lebih dari 200%, Abdul Sobur, Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), meramalkan bahwa harga jual ke konsumen mungkin tidak akan mengalami kenaikan yang signifikan mengingat kondisi ekonomi yang sulit.
Ketua Umum Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), Purwono Widodo, menyatakan bahwa dalam jangka pendek, konflik laut Merah menyebabkan ketidakpastian pasokan bahan baku dan energi secara global. Namun, dampaknya terhadap ekspor produk baja nasional diperkirakan minimal.
Dengan kondisi ini, industri Indonesia dihadapkan pada tantangan ekonomi yang lebih besar, dan pihak terkait harus mencari solusi untuk menjaga daya saing dan stabilitas ekonomi di tengah gejolak global.









