Cobisnis.com – Korban nasabah gagal bayar asuransi AJB Bumiputera 1912 mengalami trauma dan ketidakpercayaan pada industri asuransi. Hal ini yang dialami Agus Toliq, seorang pekerja bangunan di Kota Maumere. Tepatnya di Kabupaten Sikka, Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Agus menjadi nasabah Bumiputera sekitar tahun 2003 dengan membuka polis Dana Bahagia sebesar Rp200 juta. Sejak awal Bumiputera tergambar positif di matanya sebagai asuransi milik negara atau merupakan BUMN. Namun dia tidak pernah mengklarifikasi langsung kebenarannya.
“Saya pikir Bumiputera itu milik negara atau BUMN. Jadi saya sangat percaya awalnya dengan Bumiputera. Selain itu ada tulisan sejak tahun 1912. Berarti ini perusahaan yang sangat teruji,” cerita Agus saat dilansir MNC Portal Indonesia (21 Maret 2021).
Kepercayaan Agus pada Bumiputera mulai runtuh saat polis tersebut jatuh tempo pada Juni 2019 silam. Seperti kisah korban Bumiputera lainnya, dia juga disuruh menunggu dengan nomor antrian. Sementara dia sudah berniat dana tersebut akan dipakai untuk keperluan anak keduanya masuk SD.
“Rencana saya akan pakai untuk pendaftaran anak sekolah SD. Akhirnya terpaksa saya cari dana lainnya,” jelas Agus.
Bahkan upayanya untuk meminta haknya tersebut sampai ke pengadilan dan dinyatakan menang pada Oktober 2020 lalu. Tapi, tetap upaya tersebut sia-sia karena krisis di Bumiputera sudah demikian parahnya.
Hal ini semakin membuat dirinya trauma dan tidak percaya pada industri asuransi tanah air. Dia juga sempat membuka tambahan dua polis lagi di Bumiputera namun akhirnya berhenti bayar tengah jalan karena merasa kapok.
“Kalau saya ditanya, akan saya jawab semua asuransi tidak jelas. Jadi mending menabung di bank pemerintah saja. Itu lebih baik uangnya bisa diambil kalau butuh. Masyarakat jangan ikut asuransi lagi,” ujarnya kesal.
Pemerintah, kata dia, harus lebih intens mengurus para nasabah korban gagal bayar Bumiputera. Karena nasabah tidak tahu apa-apa soal masalah internal Bumiputera. Mereka hanya bisa patuh bayar iurannya dan ujungnya uang itu tidak bisa diambil.
“Kalau nasabah telat bayar sehari kena denda kan. Tapi Bumiputera telat bertahun-tahun,” katanya.
Pengamat asuransi Diding S. Anwar mengatakan, seluruh korban gagal bayar Bumiputera memohon kehadiran negara dan Political Will dari Pemerintah serta kesungguhan dari lembaga yang berkompeten dan berwenang.
“Kondisi Bumiputera kini belum sesuai dengan prinsip Mutual yang baik dan benar. Sehingga harus dilakukan restorasi sesuai prinsip yang baik.
Memang ini tidak sederhana, sangat ruwet, ibarat penyakit yang hinggap cukup lama dan kronis serta komplikasi,” ujar Diding.
AJB Bumiputera 1912 adalah institusi bisnis sehingga harus dipakai pendekatan aksi korporasi. Bumiputera juga bukan panti asuhan, ormas, dan juga bukan partai politik.
“Dengan demikian pendekatan selain aksi korporasi akan tidak elok bila terus dipertontonkan,” ujarnya.