Cobisnis.com – Jajanan tradisional kerap diangkat pelaku food start-up sebagai peluang usaha. Mulai dari mengemas secara modern dan menyajikan dengan rasa kekinian, sehingga penganan mempunyai nilai lebih. Salah satunya, Comed.
Dalam pandangan Ivan Draco, jajanan tradisional Tanah Air sebenarnya memiliki cita rasa yang tinggi. Namun, perlu sentuhan tambahan sehingga bisa diminati kalangan urban, terutama anak muda. Bersama Dhanu Wisnumurti, Ivan mencoba mengaplikasikannya pada comro, jajanan tradisional berbahan baku singkong.
”Lewat produk Comed (comro kering bumbu shaker) ini kami memodifikasi comro dengan rasa yang disesuaikan dengan lidah target market kami, yaitu anak muda kalangan menengah ke atas,” tutur Ivan.
Comro adalah jajanan basah dan biasanya tidak bisa tahan lama. Nah, Ivan dan Dhanu membuat “versi kering” sehingga bisa tahan sampai delapan bulan.
Selain rasa orisinal, mereka juga berinovasi dengan menyelipkan bumbu shaker terpisah di dalam bungkus Comed. Ada dua pilihan rasa: chilli balado dan barbeque twist.
Konsumen bisa menuangkan bumbu ke dalam comro kering sesuai selera. Setelah itu di-shake agar bumbunya merata,” papar pemuda kelahiran 1988 itu.
Food start-up yang mulai dijalankan awal 2016 itu tidak hanya menonjolkan rasa yang kekinian. Kemasannya juga dibikin eye-catching dan colorfull.
Comed sudah mendapat logo sertifikat halal dari MUI dan tertera pada setiap kemasannya. Dengan begitu, konsumen tidak perlu ragu mengonsumsinya.
Menurut Ivan, packaging adalah komponen penting dalam kemajuan bisnisnya. Terlebih, target market yang dibidik adalah kalangan milenial menengah ke atas. Tanpa tampilan luar yang menjual, akan susah untuk memasarkan Comed.
Namun, dia menekankan, meski Comed memiliki kemasan yang modern dan modifikasi rasa, pihaknya tetap berkomitmen untuk tidak menghilangkan rasa asli dari comro. ”Istilahnya, kemasan modern, tapi rasa tetap klasik,” ujar Ivan.
Ivan dan Dhanu sejak awal sudah menyediakan online shopping lewat website. Juga melalui kanal media sosial seperti Instagram dan Facebook.
”Kalau belanja lewat website bisa di-tracking proses pengirimannya sudah sampai mana. Konsumen yang belanja Comed juga sudah bisa memakai kartu kredit atau transfer bank untuk pembayaran,” ungkapnya. Sejauh ini pembelian terbanyak melalui online didominasi konsumen di Pulau Jawa.
Selain online, Ivan dan Dhanu tidak meninggalkan lini offline. Hingga saat ini Comed telah bekerja sama dengan 200 supermarket di seluruh Indonesia. Harga jualnya Rp30 ribu per bungkus.
Dalam sebulan, Ivan dan Dhanu mampu menjual 7 ribu–10 ribu pcs Comed. Kontribusi terbesar penjualan masih dari lini offline. ”Karena untuk orang yang pertama kali tahu produk kami dengan harga segitu, pasti inginnya beli langsung untuk dicoba. Tapi, kalau sudah tahu rasanya, baru mau beli lewat online,” terang Ivan.
Rumah produksi Comed saat ini berada di Tasikmalaya. Dalam sebulan, Ivan dan Dhanu menghabiskan 700 ton singkong untuk diolah menjadi Comed. Terkait suplai bahan baku, mereka telah membina sepuluh keluarga petani singkong di Tasikmalaya.
”Kami punya sekitar 14 karyawan untuk produksi Comed. Untuk proses penggorengan comronya masih manual. Tapi, kalau packaging sudah pakai mesin,” papar lulusan Prasetiya Mulya Business School itu.
Omzet Ratusan Juta Rupiah dalam Sebulan
Comed berhasil meraup omzet ratusan juta rupiah dalam sebulan. Selain itu, Comed juga menjadi juara 1 Food Startup Indonesia 2018 yang diselenggarakan oleh Bekraf. Tentu, bukan sesuatu yang instan. Sebab, banyak perjuangan dan pengorbanan yang harus dilalui sehingga bisa mencapai titik tersebut.
Ivan dan Dhanu merupakan teman sekampus ketika mengambil studi S2 bisnis di Prasetiya Mulya University. Keduanya adalah pecinta kuliner Indonesia. Visi dan misinya pun sama. Yakni, ingin mengangkat jajanan tradisional. Itulah yang melatarbelakangi langkah mereka pada bisnis start-up makanan ringan, Comed.
”Ini adalah bisnis pertama kami. Kami bersyukur bisa sampai seperti ini karena sebelumnya memiliki pengalaman kerja kantoran bidang makanan. Jadi, kami aplikasikan ke dalam bisnis ini,” urai Ivan yang pernah bekerja Ismaya Group. Sebelum banting setir membuka usaha sendiri, Ivan memiliki pengalaman kerja kantoran selama tujuh tahun.
Ivan dan Dhanu benar-benar merintis Comed dari nol. Mereka pernah merasakan ditolak saat memasarkan Comed karena banyak yang meragukan kualitasnya.
Dua sahabat itu juga pernah mengerjakan bisnis tersebut tanpa bantuan karyawan. Mulai produksi, promosi, hingga distribusi. Semua dilakukan sendiri. “Tapi kami tidak putus asa dan terus konsisten. Kondisi seperti itu kami alami sekitar 4 bulan awal,” tutur Ivan.
Karena itu, dia berpesan kepada para start-up muda. Bahwa kunci sukses dalam berbisnis adalah fokus dan selalu konsisten. ”Kadang seseorang sudah melakukan A, terus melihat orang lain melakukan B kok bisa sukses, akhirnya tertarik untuk melakukan B. Padahal, itu belum tentu cocok,” ujarnya. Jalankan sesuatu yang sudah diyakini sejak awal. Jangan terpengaruh orang lain.
Dia menambahkan, kualitas dan efisiensi juga menjadi kunci utama dalam mengembangkan bisnis produk Comed. Ditambah dengan perencanaan yang matang dan eksekusi yang tepat.
”Dalam proses tersebut, yang terpenting kami selalu menjaga hubungan baik dengan pemasok bahan baku dan pelanggan. Kami berkomitmen untuk selalu menjaga kualitas bahan baku agar customer tetap loyal,” paparnya.