JAKARTA, Cobisnis.com – Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya menjaga stabilitas rupiah di tengah tekanan global. Pelemahan mata uang domestik yang mencapai sekitar 3% sepanjang 2025 mendorong BI mengoptimalkan instrumen kebijakan moneter agar volatilitas tetap terkendali.
Suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi salah satu instrumen utama. BI mengatur level suku bunga secara hati-hati untuk menyeimbangkan stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi. Kenaikan suku bunga dinilai efektif menarik aliran modal asing, meski berpotensi menekan konsumsi.
Selain suku bunga, BI gencar melakukan triple intervention di pasar keuangan. Intervensi dilakukan di pasar spot valas, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN). Langkah ini bertujuan menjaga volatilitas rupiah agar tidak mengganggu stabilitas pasar.
Cadangan devisa juga menjadi penopang utama. Per Agustus 2025, cadangan devisa Indonesia tercatat di atas USD 130 miliar. Posisi tersebut cukup untuk membiayai 6–7 bulan impor, sekaligus menjadi buffer penting dalam meredam gejolak eksternal.
BI turut memperkuat operasi moneter domestik untuk memastikan likuiditas perbankan stabil. Melalui operasi pasar terbuka, seperti reverse repo dan term deposit, BI menjaga agar suku bunga pasar sejalan dengan kebijakan moneter.
Stabilitas rupiah erat kaitannya dengan inflasi. Karena itu, BI memperkuat koordinasi dengan pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/TPID). Fokusnya adalah memastikan pasokan pangan terjaga dan distribusi lancar, terutama saat harga energi global bergejolak.
Dari sisi instrumen lindung nilai, BI memperluas pemanfaatan DNDF dan fasilitas hedging untuk eksportir maupun BUMN. Upaya ini mendorong pelaku usaha lebih terlindungi dari risiko fluktuasi kurs, sehingga transaksi keuangan tidak sepenuhnya bergantung pada pasar luar negeri.
Kebijakan makroprudensial tetap diarahkan pro-growth. BI memastikan perbankan tetap memiliki ruang likuiditas agar penyaluran kredit tidak terhambat. Hal ini penting agar stabilisasi rupiah tidak menekan sektor riil dan investasi.
Selain itu, BI mempercepat pendalaman pasar keuangan domestik. Instrumen baru seperti green bond, sukuk, hingga obligasi korporasi dalam rupiah terus didorong untuk memperkuat basis pembiayaan dalam negeri dan menarik minat investor.
Dengan strategi tersebut, BI menegaskan arah kebijakan moneter difokuskan pada stabilisasi nilai tukar, pengendalian inflasi, serta ketahanan sistem keuangan. Tujuannya adalah menjaga kepercayaan investor sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.














