JAKARTA, Cobisnis.com – China menunjukkan ketahanan luar biasa di tengah tekanan tarif besar-besaran dari Presiden AS Donald Trump. Setahun setelah kemenangan Trump memicu kekhawatiran perang dagang baru, Beijing justru berhasil memutar strategi dan meningkatkan ekspornya. Dalam 11 bulan pertama tahun ini saja, China mencatat surplus perdagangan USD 1 triliun, sebuah capaian yang belum pernah diraih negara mana pun.
Keberhasilan ini memperkuat posisi Presiden Xi Jinping dalam menghadapi Trump sepanjang perang dagang yang berlarut-larut. Kunci dari keberhasilan ekspor China adalah strategi diversifikasi pasar: mengurangi ketergantungan pada AS, mengalihkan rute pengiriman, serta memaksimalkan permintaan dari pasar yang menginginkan barang murah. Ekspor ke Eropa, Asia Tenggara, dan Afrika melonjak tajam, menggantikan penurunan 18,3% pengiriman ke AS. Namun surplus besar ini juga mencerminkan masalah domestik termasuk permintaan internal yang lesu dan kelebihan kapasitas industri.
Fokus China selama bertahun-tahun pada manufaktur, termasuk program Made in China 2025, telah memperkuat rantai pasokannya hingga menjadi yang paling dominan di dunia. Namun kondisi itu mendorong industri untuk lebih mengandalkan pasar luar negeri, sekaligus memperburuk persaingan harga di dalam negeri. Lonjakan ekspor juga menimbulkan kecurigaan mengenai praktik transshipment, yaitu pengalihan barang melalui negara lain sebelum kembali diekspor ke AS sebuah tantangan dalam penegakan tarif oleh Washington.
Meski ekspor diprediksi tetap kuat tahun depan, banyak ekonom menilai pertumbuhan akan melambat. Kekhawatiran global terkait “dumping” barang China juga semakin meningkat, dengan Uni Eropa, India, dan Brasil telah mengambil langkah proteksionis. Di sisi lain, berbagai persoalan dalam negeri seperti krisis properti, pengangguran muda, lemahnya konsumsi, serta tekanan deflasi terus membayangi perekonomian China.
Karena itu, seluruh perhatian tertuju pada Central Economic Work Conference (CEWC) pekan ini, yang akan menentukan arah kebijakan ekonomi China untuk setahun ke depan. Beijing diperkirakan tetap berhati-hati dan belum akan meluncurkan stimulus besar, meski menargetkan pertumbuhan sekitar 5%. Pemerintah menegaskan bahwa ekspor akan tetap menjadi penopang penting di tengah lemahnya permintaan domestik, sembari terus mendorong penguatan teknologi, manufaktur, dan pertahanan.














