JAKARTA, Cobisnis.com – Sebuah universitas kecil yang terletak di Pegunungan Blue Ridge, Virginia, kini menjelma menjadi salah satu penantang paling tidak terduga dalam perebutan gelar nasional sepak bola perguruan tinggi Amerika Serikat. James Madison University (JMU), yang baru naik ke level tertinggi sepak bola kampus (FBS) tiga tahun lalu, membuktikan bahwa kesabaran dan perencanaan jangka panjang dapat menantang dominasi raksasa olahraga kampus.
Ketika Jeff Bourne pertama kali tiba di kampus JMU pada 1999, ia melihat stadion berkapasitas 12.500 kursi di universitas yang baru mengenal sepak bola lebih dari 25 tahun sebelumnya. Alih-alih terintimidasi oleh musim buruk atau keterbatasan dana, Bourne saat itu direktur atletik melihat potensi besar di masa depan. Ia memilih jalan yang jarang ditempuh di dunia olahraga kampus Amerika: menunggu dan membangun secara perlahan.
Kesabaran itu berbuah manis. JMU, yang pertama kali bermain sepak bola pada 1972 dan lama berkompetisi di level FCS, kini tampil di panggung besar College Football Playoff. Program ini berkembang bukan hanya sebagai mesin prestasi, tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan daya tarik kampus dan jumlah mahasiswa.
Transformasi besar dimulai dengan investasi bertahap pada infrastruktur, pelatih, dan budaya tim. Di bawah pelatih-pelatih seperti Mickey Matthews, Curt Cignetti, hingga Bob Chesney, JMU membangun reputasi sebagai “pabrik pelatih” dan kekuatan baru sepak bola kampus. Bahkan ketika pelatih-pelatih sukses mereka direkrut universitas besar lain, fondasi yang sudah diletakkan membuat program tetap stabil dan kompetitif.
Pada 2023, JMU mencatat musim luar biasa dengan rekor 11-1, menembus Top 25 nasional dan akhirnya mendapat kesempatan tampil di pertandingan bowl. Kini, dengan rekor 12-1 dan gelar Sun Belt, JMU melangkah ke playoff nasional, menghadapi universitas raksasa dengan anggaran jauh lebih besar seperti Oregon.
Keberhasilan JMU tidak lepas dari filosofi sederhana namun konsisten: fokus pada kebutuhan utama, bukan sekadar mengikuti tren. Meski dana mereka masih jauh di bawah universitas elite, strategi pengelolaan yang disiplin dan visi jangka panjang membuat JMU mampu “mengejutkan dunia”.
Di tengah perubahan besar dunia olahraga kampus mulai dari NIL, bagi hasil pendapatan, hingga pembatasan biaya mahasiswa masa depan JMU tetap penuh tantangan. Namun satu hal sudah pasti: sekolah kecil di pegunungan Virginia ini telah membuktikan bahwa mimpi besar tidak selalu membutuhkan langkah cepat, melainkan langkah yang tepat.














