JAKARTA, Cobisnis.com – PT Adhi Karya (Persero) Tbk kode saham ADHI salah satu BUMN konstruksi, melaporkan adanya dua permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang didaftarkan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, menandai babak baru dalam tekanan keuangan sektor konstruksi yang tengah memanas.
Dua permohonan PKPU tersebut masing-masing terdaftar dengan nomor 373/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst, yang diajukan oleh PT Interdesign Cipta Optima dan PT Dinamika Prakarsa Mukti, serta nomor 374/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst oleh PT Sinergi Karya Sejahtera.
Ketiganya menunjuk Adhi Karya sebagai termohon, sebuah sinyal serius mengenai hubungan bisnis dan kondisi keuangan perusahaan.
Meski demikian, Adhi Karya menyatakan belum menerima relaas resmi dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perusahaan menegaskan baru akan melakukan verifikasi menyeluruh setelah menerima pemberitahuan tersebut, dan berjanji menyampaikan perkembangan secara transparan kepada para pemangku kepentingan.
Namun, di tengah meningkatnya kasus PKPU yang membelit sektor konstruksi nasional, klaim Adhi Karya bahwa belum ada dampak material terhadap operasional maupun kelangsungan usaha memunculkan tanda tanya besar.
Proses PKPU kerap dnilai menjadi indikasi persoalan arus kas yang semakin menekan, terutama bagi perusahaan dengan eksposur proyek infrastruktur berskala besar dan pembayaran termin yang kerap tertunda.
Sebagai perusahaan publik dan BUMN yang memegang banyak proyek strategis, kestabilan keuangan Adhi Karya memiliki implikasi luas. Proses PKPU, meski belum tentu berujung pada restrukturisasi utang formal, dapat menggerus kepercayaan pasar serta memicu kekhawatiran investor terhadap tata kelola dan kesehatan finansial perusahaan.
Hingga kini, publik menantikan langkah nyata Adhi Karya dalam menjelaskan dasar permohonan PKPU yang diajukan oleh tiga perusahaan tersebut, serta strategi mitigasi yang akan ditempuh jika perkara ini bergulir ke tahap berikutnya.
Sementara itu, lanskap industri konstruksi masih terus disorot, dengan sejumlah BUMN karya berada dalam tekanan serupa. Transparansi, tata kelola, dan reformasi pembiayaan menjadi isu kritis yang kian mendesak untuk dibenahi demi keberlanjutan sektor infrastruktur Indonesia.













