JAKARTA, COBISNIS.COM – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa pemerintah tengah mendorong pengembangan industri batubara yang berorientasi pada hilirisasi guna mendukung energi baru dan terbarukan.
Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah mengubah batubara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai energi alternatif yang dapat menggantikan Liquified Petroleum Gas (LPG). Ini dilakukan mengingat impor LPG di Indonesia yang terus meningkat.
Bahlil menjelaskan bahwa Indonesia mengimpor sekitar 6 juta ton gas setiap tahun. Pada masa sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah memulai peletakan batu pertama untuk proyek DME yang bertujuan mengelola batubara berkalori rendah menjadi LPG. Namun, Bahlil juga mengungkapkan bahwa saat dirinya masih menjabat sebagai Menteri Investasi, ada upaya penghambatan terhadap proyek ini. Saat ia menjadi Menteri ESDM, ia memastikan bahwa upaya penghambatan tersebut tidak akan terjadi lagi.
Ia juga menambahkan bahwa impor gas yang tinggi ini memerlukan solusi seperti hilirisasi DME untuk mengurangi ketergantungan pada impor migas. Menurut data yang dihimpun, Presiden Jokowi telah meresmikan proyek hilirisasi batubara menjadi DME di Muara Enim, Sumatra Selatan, yang diharapkan dapat membantu menekan impor LPG.
Presiden Jokowi berharap proyek ini dapat menurunkan angka impor LPG, yang diperkirakan mencapai Rp 80 triliun dari total kebutuhan Rp 100 triliun. Pemerintah memberikan subsidi sekitar Rp 60 hingga Rp 80 triliun agar LPG tetap bisa dinikmati masyarakat dengan harga yang terjangkau. Hilirisasi batubara menjadi DME yang merupakan hasil kerja sama antara PT Bukit Asam, PT Pertamina, dan Airproducts and Chemicals ini juga diharapkan mampu mengurangi beban subsidi APBN sekitar Rp 7 triliun.
Penggunaan DME sebagai sumber energi memiliki banyak keunggulan, seperti kemampuannya terurai dengan cepat di udara sehingga tidak merusak lapisan ozon, menghasilkan api yang lebih stabil, dan tidak memproduksi polutan seperti particulate matter (PM) dan nitrogen oksida (NOx). Selain itu, DME juga tidak mengandung sulfur, serta pembakaran DME lebih cepat dibandingkan LPG.
Di sisi lain, data Kontan mencatat bahwa nilai impor migas Indonesia terus mengalami peningkatan, bahkan mencapai Rp 450 triliun per tahun, dengan sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan LPG. Pada Juli 2024, impor migas Indonesia tercatat sebesar US$ 3,56 miliar, yang menunjukkan peningkatan 8,78% dibandingkan bulan sebelumnya, serta kenaikan 13,59% dibandingkan Juli 2023.
Bahlil juga menjelaskan bahwa devisa negara sekitar Rp 450 triliun setiap tahunnya digunakan untuk membeli migas, khususnya LPG. Konsumsi LPG di Indonesia mencapai 7 juta ton, sementara kapasitas produksi dalam negeri hanya sekitar 1,9 juta ton, sehingga sebagian besar kebutuhan LPG harus diimpor.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyampaikan bahwa pada tahun 2023, nilai impor migas mencapai US$ 34,123 juta atau setara dengan Rp 505 triliun. Dari jumlah tersebut, impor LPG mencapai US$ 4,155 juta atau sekitar Rp 61,5 triliun, berdasarkan kurs Rp 14.800.