JAKARTA, Cobisnis.com – Bertengkar soal uang adalah hal yang umum terjadi dalam hubungan pasangan. Menurut para ahli, konflik finansial sering kali bukan sekadar soal angka, melainkan mencerminkan perbedaan nilai, pengalaman masa kecil, hingga rasa aman masing-masing individu.
Thomas Faupl, terapis keluarga dan pernikahan berlisensi yang fokus pada terapi keuangan, menjelaskan bahwa setiap orang memiliki “buku aturan” sendiri soal uang. Masalah muncul ketika aturan itu tidak sejalan dengan pasangan. Pola pikir dan kebiasaan finansial pun banyak dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dalam keluarga.
Namun, konflik soal uang tidak harus berujung pada hubungan yang renggang. Heather dan Douglas Boneparth pasangan suami istri yang masing-masing berprofesi sebagai pengacara dan perencana keuangan bersertifikat menyebutkan bahwa kunci utamanya adalah menyadari bahwa pertengkaran uang biasanya mewakili persoalan yang lebih besar. Pandangan ini mereka tuangkan dalam buku terbaru berjudul Money Together: How to Find Fairness in Your Relationship and Become an Unstoppable Financial Team.
Dalam pengalaman mereka dan pasangan-pasangan lain yang diwawancarai, ada beberapa sumber konflik keuangan yang paling sering terjadi. Pertama, perbedaan antara menabung dan membelanjakan uang. Satu pihak mungkin merasa aman jika memiliki tabungan besar, sementara pihak lain ingin menikmati hidup saat ini. Menurut Faupl, kedua sudut pandang ini sama-sama benar, asalkan bisa menemukan titik tengah.
Kedua, tingkat utang yang tinggi. Utang baik yang dibuat bersama maupun oleh salah satu pihak sering memicu konflik berkepanjangan, terutama ketika pasangan harus membuat keputusan besar seperti liburan keluarga, membeli rumah, atau memangkas pengeluaran tertentu.
Ketiga, kesenjangan kekayaan atau penghasilan. Perbedaan latar belakang ekonomi, gaji, atau aset dapat memunculkan perasaan tidak nyaman soal pembagian peran dan siapa yang lebih berhak mengambil keputusan finansial.
Para ahli menyarankan pasangan untuk membingkai ulang cara memandang perbedaan pendapat soal uang. Sebelum bertengkar, tanyakan pada diri sendiri apakah masalah ini harus dibahas sekarang atau bisa dijadwalkan di waktu yang lebih tepat. Waktu dan suasana sangat menentukan kualitas diskusi.
Selain itu, penting untuk bertanya apakah yang diperdebatkan benar-benar inti masalahnya. Douglas Boneparth mencontohkan kasus pertengkaran yang dipicu hal sepele, tetapi akar masalahnya adalah kesepakatan keuangan lama yang sudah tidak relevan lagi. Memahami konteks emosional pasangan seperti tekanan pekerjaan atau rasa tidak aman juga membantu meredakan konflik.
Dalam diskusi yang sensitif, para ahli menyarankan untuk memulai dengan mengakui hal-hal yang sudah berjalan baik, bukan langsung mengkritik. Pendekatan ini membuat kedua pihak lebih terbuka dan mau terlibat dalam percakapan.
Untuk mencapai kompromi, pasangan perlu fokus pada tujuan bersama. Dalam hal investasi, misalnya, perbedaan toleransi risiko bisa dijembatani dengan menyepakati tujuan jangka panjang seperti usia pensiun. Cara mencapainya bisa bersifat bertahap dan tidak harus ekstrem mengikuti keinginan salah satu pihak.
Heather Boneparth menekankan bahwa meski rasa takut terhadap risiko bersifat individual, kapasitas mengambil risiko dalam keuangan rumah tangga bersifat bersama. Dengan komunikasi yang jujur dan empati, pasangan dapat membangun tim finansial yang lebih solid.














