JAKARTA, Cobisnis.com – Perjanjian Linggarjati adalah salah satu momen penting dalam sejarah diplomasi Indonesia. Peristiwa ini menandai usaha awal pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan konflik dengan Belanda lewat jalur damai, bukan peperangan. Perjanjian ini menjadi simbol perjuangan diplomatik bangsa muda yang baru merdeka untuk mempertahankan kedaulatannya di mata dunia.
Latar belakang perjanjian ini berawal dari situasi genting setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945. Belanda berusaha kembali menguasai Indonesia lewat kekuatan militer, sementara Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan. Untuk menurunkan ketegangan, Inggris sebagai pihak penengah mendorong diadakannya perundingan antara Indonesia dan Belanda.
Perundingan berlangsung di Linggarjati, sebuah daerah di Kuningan, Jawa Barat, pada bulan November 1946. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Sjahrir, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Schermerhorn. Dari sinilah perjanjian itu kemudian dikenal dengan nama Perjanjian Linggarjati.
Isi utama perjanjian ini meliputi beberapa poin penting. Pertama, Belanda mengakui secara de facto wilayah Indonesia yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatra. Kedua, akan dibentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri atas Indonesia dan wilayah-wilayah lain di bawah Belanda. Ketiga, RIS dan Belanda akan menjadi bagian dari Uni Indonesia–Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala simbolis.
Meskipun dianggap sebagai langkah maju, perjanjian ini menimbulkan perdebatan di dalam negeri. Banyak pihak merasa isi perjanjian terlalu menguntungkan Belanda karena Indonesia belum diakui sepenuhnya sebagai negara merdeka. Namun, pemerintah tetap menandatanganinya karena situasi militer saat itu tidak memungkinkan untuk melanjutkan perang besar.
Dampak dari Perjanjian Linggarjati cukup signifikan. Di satu sisi, perjanjian ini memperlihatkan kemampuan diplomasi Indonesia di kancah internasional dan membuka jalan untuk pengakuan lebih luas. Tapi di sisi lain, perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda terhadap isi perjanjian menimbulkan konflik baru yang berujung pada Agresi Militer Belanda I tahun 1947.
Meskipun akhirnya perjanjian ini gagal dipertahankan, Linggarjati tetap dikenang sebagai fondasi awal diplomasi Indonesia. Dari peristiwa inilah bangsa belajar bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan tak hanya lewat senjata, tapi juga lewat meja perundingan.
Secara keseluruhan, Perjanjian Linggarjati menunjukkan bahwa Indonesia sejak awal berdiri sudah menjunjung tinggi prinsip perdamaian dan diplomasi. Walau hasilnya belum sempurna, langkah ini jadi bukti kematangan politik bangsa muda yang berani berdialog sejajar dengan kekuatan kolonial dunia.














