JAKARTA, COBISNIS.COM – Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang telah memutuskan bahwa perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk, atau Sritex (kode emiten: SRIL), dinyatakan pailit. Putusan ini dikeluarkan dalam perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg yang dibacakan oleh Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin, 21 Oktober 2024. Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon perkara tersebut adalah PT Indo Bharta Rayon, yang menyebutkan bahwa Sritex telah lalai memenuhi kewajiban pembayaran berdasarkan Putusan Homologasi tertanggal 25 Januari 2022.
Selain PT Sri Rejeki Isman Tbk, beberapa perusahaan terafiliasi, seperti PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, turut menjadi pihak yang diadili dalam perkara ini. Pada Rabu, 23 Oktober 2024, dikutip dari dokumen petitum, pengadilan menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Dengan putusan ini, Pengadilan Niaga Semarang juga secara resmi membatalkan putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg yang sebelumnya mengesahkan Rencana Perdamaian (Homologasi) pada Januari 2022. Proses hukum terkait perkara ini telah didaftarkan sejak 2 September 2024.
Sejarah Sritex
Sritex merupakan perusahaan tekstil besar yang sejarahnya terkait erat dengan Haji Muhammad Lukminto, pendirinya. Berawal dari usaha kios kecil bernama UD Sri Rejeki di Pasar Klewer, Solo, pada tahun 1966, Sritex berkembang menjadi raksasa tekstil yang memiliki pabrik besar di Kabupaten Sukoharjo. Perusahaan ini berperan penting dalam perekonomian lokal dan secara bertahap menjadi salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara.
Saat ini, kepemimpinan Sritex dipegang oleh Iwan Setiawan Lukminto sebagai komisaris utama dan adiknya, Iwan Kurniawan Lukminto, sebagai direktur utama. Iwan Setiawan Lukminto sebelumnya beberapa kali tercatat dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia menurut Forbes, dengan kekayaan mencapai 515 juta Dollar AS atau sekitar Rp 8,05 triliun pada kurs saat ini.
Sritex resmi menjadi perusahaan publik pada 17 Juni 2013 dengan kode emiten SRIL di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sritex dikenal sebagai perusahaan tekstil yang terintegrasi dari hulu hingga hilir, mulai dari produksi benang, kain, hingga pakaian jadi. Sejumlah 59 persen saham Sritex dikuasai oleh PT Huddleston Indonesia yang terafiliasi dengan keluarga Lukminto, sedangkan publik menguasai sekitar 40 persen saham.
Perkembangan dan Kejayaan Sritex
Pada masa Orde Baru, Sritex mengalami pertumbuhan pesat berkat hubungan dekat Muhammad Lukminto dengan pemerintah saat itu, khususnya dengan Presiden Soeharto. Sritex menjadi pemasok utama seragam untuk ASN, TNI, dan Polri. Puncaknya pada tahun 1992, ketika Presiden Soeharto meresmikan pembangunan pabrik baru Sritex bersama dengan perluasan usaha industri lainnya.
Sritex juga berhasil menjalin kontrak internasional dengan NATO, menjadi pemasok seragam militer untuk Jerman dan Inggris pada tahun 1997. Produk Sritex kini digunakan oleh lebih dari 30 negara di dunia, termasuk pasukan militer dari Papua Nugini dan Jerman.
Namun, meski pernah berjaya, pada 2024 Sritex dinyatakan pailit akibat gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada para kreditornya.