JAKARTA, COBISNIS.COM – Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan bahwa pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto akan menambah utang pemerintah secara bertahap. Menurutnya, penambahan utang baru ini akan dilakukan secara perlahan selama lima tahun masa jabatan. Hal ini bertujuan agar rasio utang tetap terkendali dan tidak terjadi lonjakan mendadak yang berisiko bagi perekonomian negara.
Hashim menjelaskan bahwa setiap tahun penambahan utang akan berkisar antara 1 hingga 2 persen. Ia menekankan bahwa tidak benar jika dikatakan pemerintahan Prabowo akan menambah utang secara mendadak. Sebaliknya, langkah ini akan dilakukan dengan kehati-hatian dan berjangka waktu panjang. Ia juga memastikan bahwa rasio utang ini akan tetap berada di bawah batas maksimal yang ditetapkan oleh undang-undang.
Pemerintahan Prabowo, kata Hashim, akan menjaga rasio utang maksimal pada angka 40 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini jauh di bawah batas maksimal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003, yaitu sebesar 60 persen dari PDB. Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025, sasaran rasio utang diproyeksikan berada di kisaran 39,77 hingga 40,14 persen, sedikit lebih tinggi dari target tahun 2024.
Hashim menambahkan bahwa meskipun batas maksimal yang diizinkan oleh undang-undang adalah 60 persen, pemerintah tidak akan membiarkan rasio utang mencapai angka tersebut. Pemerintahan Prabowo akan berupaya menjaga rasio utang di bawah 40 persen, sama seperti yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Ia juga mengapresiasi keberhasilan pemerintahan Joko Widodo yang mampu menjaga rasio utang Indonesia pada angka 38,49 persen dari PDB hingga akhir Agustus 2024. Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand yang memiliki rasio utang di atas 50 persen, Indonesia dianggap berada dalam posisi yang lebih baik dan memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa menambah utang secara signifikan.
Pemerintahan Prabowo, lanjut Hashim, akan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menambah utang. Selain itu, mereka akan berupaya meningkatkan target penerimaan negara hingga mencapai 23 persen dari PDB. Peningkatan ini akan dilakukan melalui pembentukan Badan Penerimaan Negara serta memperkuat penegakan hukum dalam pemungutan pajak.
Salah satu cara untuk mencapai target penerimaan negara yang lebih tinggi, menurut Hashim, adalah dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan sistem teknologi informasi (IT). Dengan pendekatan ini, pemerintah optimis dapat mencapai target tanpa menaikkan tarif pajak. Pemerintah hanya akan memastikan bahwa seluruh wajib pajak membayar kewajiban mereka dengan benar.
Hashim juga menegaskan bahwa tidak ada rencana untuk menaikkan tarif pajak dalam pemerintahan Prabowo. Sebaliknya, pemerintah akan berfokus pada upaya menutup kebocoran dalam sistem pajak serta memperluas basis pajak sehingga penerimaan negara bisa ditingkatkan tanpa membebani masyarakat dengan tarif yang lebih tinggi.
Sebelumnya, pemerintah telah menyatakan rencana untuk menarik utang baru yang lebih besar pada tahun 2025. Hal ini diperlukan untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun pertama kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, pemerintah berencana menarik utang baru sebesar Rp 775,9 triliun, meningkat sekitar 40 persen dari target pembiayaan utang tahun 2024.
Menurut dokumen Nota Keuangan Rancangan APBN (RAPBN) 2025, pembiayaan utang untuk tahun anggaran tersebut direncanakan mencapai Rp 775,9 triliun. Jumlah ini akan dipenuhi melalui penarikan pinjaman dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang menjadi salah satu instrumen utama dalam pembiayaan utang pemerintah.