JAKARTA,Cobisnis.com – Bank Indonesia (BI) menyambut positif capaian pertumbuhan ekonomi 5,31 persen yang terjadi pada sepanjang 2022.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan bahwa angka tersebut meningkat dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya sebesar 3,70 persen.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat, dimana pada triwulan IV 2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat tetap tinggi yakni 5,01 persen yoy, di tengah pertumbuhan ekonomi global yang dalam tren melambat,” ujarnya saat memberi keterangan pers dikutip Selasa, 7 Februari.
Menurut Erwin, pertumbuhan ekonomi yang kuat didukung oleh hampir seluruh komponen PDB dari sisi pengeluaran. Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,48 persen.
“Ini sejalan meningkatnya mobilitas masyarakat, termasuk aktivitas perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru, serta berlanjutnya penyaluran bantuan sosial,” tuturnya.
Erwin menambahkan, ekspor tetap tumbuh tinggi sebesar 14,93 persen, didorong oleh permintaan mitra dagang utama yang masih kuat.
Kata dia, pertumbuhan investasi nonbangunan juga tetap tinggi sejalan dengan kinerja ekspor, meskipun pertumbuhan investasi secara keseluruhan sedikit tertahan pada 3,33 persen akibat investasi bangunan yang masih rendah.
Sementara itu, konsumsi Pemerintah terkontraksi 4,77 persen yang namun lebih dipengaruhi oleh penurunan belanja barang untuk Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) seiring dengan kondisi pandemi yang terus membaik.
Adapun, secara Lapangan Usaha (LU) juga menunjukkan kinerja positif, terutama ditopang oleh industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta informasi dan komunikasi.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2022 tercatat tetap kuat di seluruh wilayah Indonesia, meskipun ada sebagian daerah yang melambat. Pertumbuhan ekonomi tertinggi tercatat di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), diikuti Bali-Nusa Tenggara (Bali Nusra), Kalimantan, Sumatera, dan Jawa.
“Ke depan, pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3 persen didorong oleh peningkatan permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi,” imbuhnya.
“Prakiraan tersebut sejalan dengan naiknya mobilitas masyarakat pascapenghapusan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), membaiknya prospek bisnis, meningkatnya aliran masuk Penanaman Modal Asing (PMA), serta berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN),” tutup Erwin.