Cobisnis.com – Virus pada umumnya membutuhkan inang dan hanya bisa hidup di dalam sel yang hidup, sama halnya seperti benalu di pohon.
Oleh karena itu, Achmad Yurianto, juru bicara (Jubir) terkait penanganan wabah Virus Korona (Covid-19), meminta masyarakat memahami terlebih dahulu Covid-19.
“Benalu ini bisa hidup kalau pohonnya hidup, kalau pohonnya mati pasti benalunya ikut mati. Demikian juga dengan virus dia hidup di dalam sel yang hidup. Sel yang hidup itu ada di saluran pernafasan orang yang sakit,” ujar Achmad yang juga sekaligus Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat menjawab pertanyaan wartawan di Halaman Istana Kepresidenan, Provinsi DKI Jakarta, Selasa 3 Maret 2020.
Pada saat kemudian seseorang berbicara, batuk, maupun bersin, menurut Achmad, maka sebagian selnya ini terlepas atau terlempar yang dalam istilah kesehatan disebut dengan droplet.
”Oleh karena itu logika kita, sehebat apapun orang sakit itu enggak mungkin droplet-nya, percikkan ludahnya itu terlemparnya sampai 1 kilo dari mulutnya, pasti sekitar 1 meter. Oleh karena itu persyaratannya adalah kontak dekat,” ujar Sesditjen P2P.
Kemudian, lanjut ahmad, sel manusia apabila lepas dari tubuh manusia di dalam iklim Indonesia dengan paparan ultraviolet, suhu, kelembaban yang seperti ini rata-rata hanya akan bertahan di 10 sampai 15 menit setelah itu akan mati baik indoor maupun outdoor.
”Sama dengan percikan darah kita kalau kemudian berada di daerah yang tertetes di mana pun enggak sampai 10 menit sel darahnya akan mati. Begitu sel itu mati, maka virus yang menumpang di dalamnya pasti ikut mati, urainya.
“Oleh karena itu kemudian pertanyaannya, apakah logis kalau kemudian tanpa kontak dekat, jarak jauh bisa sakit? Enggak mungkin,” tambah Yuri, panggilan akrab Jubir penanganan wabah Virus Korona.
Cara yang paling gampang mengendalikan, menurut Sesditjen P2P, siapapun yang sedang sakit entah itu batuk atau pilek, bukan hanya karena Covid-19, sebaiknya menggunakan masker supaya saat droplet tidak terbuang ke mana-mana.
”Kita minta yang sakit pakai masker. Bahkan kalau perlu mari kita tegur yang dengan cara yang baik apabila ada teman kita batuk dan pilek enggak pakai masker,” urainya.
Lebih lanjut, Jubir Penanganan Covid-19 juga menyampaikan, virus ini akan masuk melalui mulut, bisa masuk sekalipun memakai masker dan ini yang paling sering terjadi.
”Ada orang lain batuk, percikan dia kena pintu, percikan dia misalnya batuk tutup pakai tangan setelah itu gantung lagi di bis, kemudian kita pakai masker pegangan, maka akan ada transfer ke tangan kita, kemudian dia kita dikasih gorengan gratis. Setebal apapun masker kita kalau dapat gorengan pasti dibuka. Itulah masuknya di situ,” imbuh Achmad.
Rahasia Data Pasien dan RS Rujukan
Soal informasi pasien yang tersebar, Sesditjen P2P menyampaikan bahwa yang harus dipegang adalah ada rahasia medis, tidak boleh mengekspose nama pasien, bahkan di dunia internasional tidak pernah menyebut nama rumah sakit.
”Kami memonitor awak kapal Diamond Princess yang dirawat dengan kasus positif 9, pemerintah Jepang hanya mengatakan mereka kita rawat di kota Chiba dan di pinggiran Tokyo. Bahkan kami tanya namanya pun tidak diberikan,” jelas Achmd.
Hal ini, menurut Achmad, sama dengan asisten rumah tangga warga negara Indonesia (WNI) di Singapura kemarin, tidak diberikan namanya karena secara etika medis tidak boleh dikeluarkan dan itu yang jadi pegangan atau pedoman.
Mengenai pembangunan rumah sakit khusus Covid-19, Sesditjen P2P menyampaikan tidak ada pembangunan yang khusus karena Pemerintah membangun rumah sakit itu sudah by system dan untuk saat ini sudah disiapkan rumah sakit rujukan yang berjenjang.
”Kita tahu kalau di dalam konteks pelayanan rumah sakit umum secara umum, ada 14 rumah sakit rujukan nasional, ada sekitar 50 rumah sakit rujukan regional. Rujukan provinsi dan rujukan regional,” jelasnya.
Khusus terkait dengan penyakit tertentu seperti waktu yang kita hadapi SARS dulu atau flu burung, lanjut Achmad, Pemerintah menunjuk 100 rumah sakit sebagai rujukan flu burung.
“Nah, sekarang di dalam konteks untuk Korona ini, rumah sakit-rumah sakit itu kita siapkan untuk menerima rujukan kasus Covd-19 itu 136 rumah sakit. Jadi jangan dipersepsikan kita mau membangun rumah sakit. Rumah sakit itu sudah ada,” urainya.
Kalau kemudian disiapkan, sambung Sesditjen P2P, artinya perlengkapan, SDM, sarana, prasarana difokuskan untuk menghadapi kasus Covid-19, bukan membangun seperti imajinasi kayak di China itu dari tanah kosong terus berdiri, enggak seperti itu.
”Itu bukan rumah sakit khusus untuk Covid-19. Kita mau membangun rumah sakit ter-integrated untuk perbatasan. Jadi bukan rumah sakit khusus untuk itu. Seperti dibayangkan di China kan, jangan dibayangkan kayak begitu,” terang Achmad.
Rumah sakit itu, lanjut Achmad, akan menjadi rumah sakit rujukan untuk layanan kesehatan di daerah perbatasan, karena sebagaimana diketahui permasalahan di pulau-pulau, mau dibawa ke Jakarta terlalu jauh sehingga dibuatlah di situ yang agak besar.
Sekarang di sana, sambung Achmad, sudah ada rumah sakit umum daerah yang memiliki kemampuan itu dan bagian dari 134 rumah sakit sudah ada, bukan sekarang belum ada karena belum dibangun, bukan seperti itu cara berpikirnya.
Memang, lanjut Achmad, semua sudah dalam perencanaan, yang sekarang sudah berlangsung meskipun bertahap adalah di Ambon, baru diresmikan beberapa saat yang lalu.
”Sekarang mulai lagi di Kupang dan di Wamena, ini nanti akan ditambahkan yang sana. Jadi kita akan memperhatikan daerah-daerah perbatasan, daerah-daerah ini karena memang ini untuk memperpendek jalur rujukan,” pungkas Achmad Yurianto. (setkab.go.id)