Cobisnis.com – Ketua Aliansi Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (AJPKL) Roso Daras menyesalkan tindakan Ketua Umum Perkumpulan Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat yang telah mengirim surat ke berbagai media dan meminta untuk menghapus berita tentang bahaya Bisphenol-A (BPA).
Tindakan itu, kata Roso, bertentangan dengan prinsip kebebasan pers dan secara nyata menunjukkan arogansi seolah sebagai pemegang kebenaran.
Menurut Roso Daras, Aspadin berlindung di balik Standar Nasional Indonesia (SNI) dan BPOM, kemudian lupa bahwa tujuan dirumuskan SNI Air Mineral yang merupakan revisi SNI 01-3553-2006 mengenai Air Minum dalam kemasan, dengan berbagai tujuan.
Misalnya, poin nomor 3 menyatakan bertujuan melindungi kesehatan dan kepentingan konsumen. Nomor 4, menjamin perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab. Poin nomor 5 mendukung perkembangan dan diversifikasi produk industri air minum dalam kemasan.
“Jadi jelas tujuan dirumuskan SNI untuk melindungi kesehatan dan kepentingan konsumen. Dalam hal ini, konsumen harus mendapat informasi cukup di dalam kemasan. Informasi itu bukan hanya melulu mencantumkan soal isi dari makanan atau minuman tersebut. Tapi juga kemasan itu terbuat dari bahan apa? Jika mengandung BPA, katakan bahwa plastik kemasan itu mengandung BPA,” jelas Roso dalam siaran pers, Jumat (8 Januari 2021).
“Informasi ini harus sampai kepada konsumen. Produsen tidak boleh menutupi ini,” tegas Roso Daras.
Pencantuman kandungan BPA atau BPA Free bagi kemasan yang tidak mengandung BPA perlu dilakukan. Tujuannya supaya konsumen tahu dan lebih berhati-hati dalam memilih produk yang akan dikonsumsi. Sebab, kata Roso, soal bahaya BPA sudah tidak perlu diperdebatkan lagi.
Peraturan BPOM No. 20 Tahun 2019 di halaman 120 dalam kolom artikel, Persyaratan monomer Bisfenol A (BPA) batas maksimal (bpj) adalah 0,6 untuk dikonsumsi oleh orang dewasa. Akan berbeda jika makanan atau minuman dikonsumsi oleh bayi, balita, dan ibu hamil yang tidak akan mentolerir adanya kandungan bisphenol A.
Kemasan makanan dan minuman itu harus memiliki prinsip keadilan. Semua konsumen harus diperlakukan secara adil dan mempunyai informasi yang memadai.
“Harus mengingat juga bahwa produk makanan atau minuman itu juga akan dikonsumsi oleh bayi, balita, dan ibu hamil,” jelasnya.
Tanggapan YLKI
Peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Natalya Kurniawati mengatakan di dalam aturan Kemenkes dan BPOM sudah lama menyatakan bahwa wadah makanan dan minuman yang mengandung BPA berbahaya. Apalagi jika dipakai di produk-produk kemasan yang dipakai berulang.
“Bahwa kita tidak mendukung untuk produk-produk kemasan yang mengandung atau mendukung, berpotensi timbulnya Bisphenol A,” kata Natalya.
“Seperti misalnya kalau kita cari referensi jenis- jenis plastik daur ulang atau bahan plastik, di situ ada simbol-simbol dari mulai angka 1 sampai dengan angka 7. Nah, yang angka 1 ini digunakan untuk produk-produk kemasan yang sekali pakai. Dan di sini yang harus dilihat nomor (3) nomor (6) dan nomor (7) itu berbahaya bagi kesehatan,” jelas Natalya Kurniawati.
Nomor 3, 6, dan 7 memang tidak untuk bersentuhan dengan makanan atau minuman, seperti misalnya steroform, plastik untuk campuran pipa pvc dan lain sebagainya. Kemudian ada juga produk-produk kemasan lunch box atau kotak makanan, di situ ada kode (PP) Polypropylene yang lebih aman.
“Di situ biasanya yang BPA free dan bisa dipakai ulang, tahan terhadap suhu tinggi. Ini yang biasanya dipilih dipakai untuk konsumen. Tapi tetap harus diperhatikan dari konsumen itu bukan dari nomor berapa yang dipakai itu bisa didaur ulang dan aman,” ujar Natalya.